Yang tidak disukai warga terhadap Kades sambungnya, yaitu adanya dugaan Kades menjual lahan desa sebanyak 14 Hektar kepada pak Subali. Atas informasi itu dirinya bersama warga langsung memanggil pak Subali dan pak Subali mengakui bahwa benar ia membeli lahan dari Kades dengan bukti-bukti surat penjualan, kwitansi pertama Rp. 12.500.000, kwitansi kedua Rp. 12.500.000, Transferan pertama Rp. 30.000.000 dan transferan kedua Rp.7.000.000 kepada Kades.
"Namun atas kesepakatan, Kades siap mengembalikan uang Subali dan saat ini lahan yang dijual tersebut sudah kembali ke desa," terangnya.
Meskipun sudah seperti itu lanjutnya, warga sudah betul-betul tidak percaya lagi kepada Kades, dan itu merupakan bentuk penghianatan kepada warga dan tidak bisa ditoleransi lagi.
Baca Juga: Hajar Lawidu Resmi Nakhodai PKK Tojo Una-Una, Siap Tancap Gas Atasi Stunting dan Kemiskinan
"Kantor desa tersebut disegel warga akibat kekecewaan warga terhadap Kades sehingga saat ini roda pemerintahan desa terhambat," katanya.
Terkait hasil Pensus Inspektorat terhadap Kades ada temuan sekitar Rp. 400 Juta lebih yang harus dipertanggungjawabkan Kades dan Benahara Desa. Diantaranya sebanyak Rp.79 juta diperanggunjawabkan Bendahara desa, dan Rp 300 juta lebih dipertanggungjawabkan Kades.
"Jadi terlihat dari hasil Pensus Inspektorat tersebut bahwa benar warga menduga Kades ada penyalahgunaan DD atau dugaan korupsi DD 2024," tandas Subeno.
Sementara Kades Boba mengatakan, terkait anggaran DD tahun 2024 yaitu dana Pemberdayaan masyarakat sebanyak Rp.103 juta tersebut, waktu mengadakan rapat uang tersebut sudah diperlihatkan kepada warga. Namun maunya warga uang itu dibagi-bagi.
"Saya tidak mau membaginya karena Laporan Pertanggung Jawabannya (LPJ) siapa yang mau tanggungjawab," kata Kades.
Sehingga dengan pelan-pelan mulai tanggal 24 Februari 2024 lanjutnya, alhasil pekerjaan tersebut bisa berjalan dengan baik. Bahkan sudah banyak ia bayarkan dengan Sekdes kepada warga.
"Namun dari pihak-pihak lain, uang Pemberdayaan tersebut harus dibagi, dan saya tidak kasi," ujarnya.
Kemudian sambungnya, turunlah dari pihak Inspektorat, begitu dihitung totalan yang sudah dibayarkan dan yang belum. Sehingga pihak Inspektorat memberitahukan di stop dulu, karena sudah bermasalah, jadi uang belum dibagi itu dikembalikan ke kas desa.
"Waktu mereka menjalankan tanda tangan waktu itu kepada warga, alasan mereka siapa yang tidak bertanda tangan dia tidak dapat uang. Sehingga warga berbondong-bondonglah tanda tangan," terang Kades.
Yang pada dasarnya kata Kades, uang yang Rp.103 juta biaya pemberdayaannya hanya 60 Hektar, jadi uangnya Rp.1.500.000 per hektar dan uang itu dibagikan per kelompok.
"Uang itu utuh saya kembalikan dan pada saat itu memang saya punya hutang hanya Rp.10 juta saja, itu saya pinjam sama Bendahara dan saya sampaikan kepada Ketua BPD," ujarnya.