METRO SULTENG- Kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah PT Pertamina periode 2018–2023 menimbulkan kerugian negara yang fantastis, mencapai Rp193,7 triliun.
Dugaan praktik korupsi ini melibatkan berbagai modus operandi, termasuk pengoplosan bahan bakar Ron 90 menjadi Ron 92 di Depo.
Awal Terungkapnya Kasus
Kasus ini mulai mencuat setelah sebuah video yang diunggah akun Instagram @pertaminapatraniaga pada 21 Februari 2024 menampilkan Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional, Riva Siahaan, yang mengungkap adanya praktik kecurangan di SPBU.
Tiga hari setelahnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Riva sebagai tersangka bersama enam orang lainnya yang berasal dari jajaran PT Kilang Pertamina Internasional dan PT Pertamina International Shipping.
Dari pihak swasta, tersangka berasal dari perusahaan PT Navigator Katulistiwa, PT Jenggala Maritim, dan PT Orbit Terminal Merak.
Baca Juga: PT GNI Mau Tutup Resahkan Karyawan, Jeffisa Putra Angkat Bicara : Tinggal Tunggu Waktunya Saja!
Modus Korupsi
Para tersangka diduga melakukan berbagai skema untuk memperkaya diri sendiri, di antaranya:
1. Menurunkan Produksi Kilang Dalam Negeri
Para pelaku sengaja menolak minyak mentah dari dalam negeri dengan alasan tidak sesuai spesifikasi kilang.
Akibatnya, mereka meningkatkan impor minyak melalui kerja sama dengan mitra usaha tertentu atau broker yang telah dipilih secara tidak transparan.
2. Manipulasi Pengadaan BBM
Minyak Ron 90 atau yang memiliki kualitas lebih rendah diimpor lalu dioplos di Depo untuk dijual sebagai Ron 92.
Dalam proses ini, Pertamina Patraniaga tetap membayar harga Ron 92 meskipun bahan bakar yang digunakan sebenarnya adalah Ron 90 atau lebih rendah.