Pertamina diwajibkan mengutamakan pasokan minyak bumi dalam negeri sebelum melakukan impor.
Namun, dalam praktiknya, ada indikasi skenario rekayasa untuk mempermudah ekspor minyak oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan meningkatkan impor oleh Subholding Pertamina.
Keuntungan dari ekspor minyak mentah lebih besar bagi KKKS, sementara Pertamina justru mengalami kerugian akibat lebih banyak melakukan impor.
Abdul Qohar menegaskan bahwa praktik ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menyebabkan kenaikan harga BBM yang dijual kepada masyarakat.
"Komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) BBM menjadi mahal. Akibatnya, pemberian kompensasi dan subsidi dari pemerintah ikut membengkak," ungkapnya.
Tersangka dalam Kasus
Sebanyak tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu:
Dari Pihak Pertamina:
Riva Siahaan (Direktur Utama Pertamina Patra Niaga)
Sani Dinar Saifuddin (Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional)
Yoki Firnandi (Direktur PT Pertamina Internasional Shipping)
Agus Purwono (Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional)
Dari Pihak Broker:
Muhammad Keery Andrianto Riza (Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa)
Dimas Werhaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim)
Gading Ramadan Joede (Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak).***