hukum-kriminal

Tidak Prioritaskan Jalur Hukum Advokasi Lahan PT ANA, Uli Arta Walhi Nilai Pengadilan Kadang Tak Adil

Senin, 23 Juni 2025 | 12:12 WIB
Uli Arta Siagian (tengah) saat sesi konferensi pers di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Topik konferensi pers soal PT ANA di Kabupaten Morowali Utara. (Foto: IST).

METRO SULTENG - Konferensi pers kembali digelar Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) di Palu, Sulawesi Tengah, pada Sabtu (21/6/2025). Dari undangan yang disebar ke para jurnalis, topik yang dibicarakan adalah permasalahan lahan perkebunan kelapa sawit di Morowali Utara, khususnya PT Agro Nusa Abadi (ANA).

Meskipun perusahaan telah memiliki hak legal atas pengelolaan lahan berupa Izin Usaha Perkebunan (IUP), namun Walhi bersikukuh perusahaan tersebut ilegal. Sehingga operasional perkebunan sawitnya dipertanyakan. Apalagi ditambah tuduhan bahwa perusahaan merampas lahan masyarakat.

Baca Juga: Konflik Lahan Perkebunan Sawit, Uli Arta Tuding Pemerintah Paling Bertanggung Jawab

Sayangnya, ketika ditanyakan mengapa Walhi tidak menempuh jalur hukum agar pengadilan yang memutuskan, para aktivis yang mengaku membela kepentingan masyarakat ini lebih gemar melemparkan pernyataan di ruang publik.

“Kalau di Walhi, gugatan pengadilan itu langkah terakhir,” kata Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi, Uli Arta Siagian, saat konferensi pers menjawab pertanyaan salah seorang wartawan.

Seperti laporan hasil investigasi independen Econusantara Indonesia (ENS) yang dapat diakses di website induk perusahan, sejak awal beroperasi, perusahaan perkebunan sawit yang hadir di Sulteng karena tawaran pemerintah daerah untuk berkontribusi membangun wilayah ini, sudah serius mengurus sertifikat HGU.

Baca Juga: Lakukan Penertiban, Maslan: Klaimer PT ANA Masyarakat dari Luar Desa Towara

Untuk mengawali usaha perkebunannya, PT ANA mengajukan permohonan izin lokasi seluas 20.000 hektar. Bupati Morowali kala itu mengeluarkan izin lokasi untuk keperluan perkebunan kelapa sawit atas nama PT ANA, pada 8 Desember 2006, untuk lahan seluas 19.675 hektar di Kecamatan Petasia, dengan masa berlaku selama satu tahun.

Persetujuan IUP untuk budidaya tanaman kelapa sawit dan izin pembukaan lahan atas nama PT ANA, diperoleh dari Bupati Morowali pada 27 April 2007.

PT ANA kemudian menunjuk konsultan untuk menyusun dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai syarat dalam mendapatkan persetujuan kelayakan lingkungan. Dokumen AMDAL untuk Rencana Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit diperoleh PT ANA pada 4 Maret 2008 dari Gubernur Sulawesi Tengah.

Perpanjangan izin lokasi dilakukan perusahaan. Ketentuan lainnya, seperti Izin Usaha Perkebunan (IUP) juga diurus PT ANA, termasuk proses pengurusan HGU. Proses pengurusan HGU mulai diajukan melalui permohonan pengukuran kadasteral pada 12 Juli 2007.

Baca Juga: Gugatan WALHI Terhadap Perusahaan Tambang di Morut: Mediasi di PN Poso Gagal, PT SEI dan PT GNI Dinilai Tidak Komitmen Lakukan Pemulihan Lingkungan

Karena belum bisa memenuhi kriteria clear and clean yang ditandai dengan banyaknya pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan, proses perolehan sertivikat itu menghadapi kendala. Berbekal SKT/SKPT, sebagian masyarakat mengaku sebagai pemilik lahan.

Sementara, PT ANA juga memiliki dasar kuat atas yang mendukung legalitas operasional mereka.

Kondisi ini dipahami Walhi sebagai konflik agraria. Lembaga ini yakin, masyarakat memiliki legalitas dan menuduh PT ANA merampas hak masyarakat. Kehadiran aparat kepolisian pun dinilai sebagai bentuk perlindungan negara terhadap kepentingan perusahaan.

Halaman:

Tags

Terkini