METRO SULTENG - Koordinator Lembaga Anti Korupsi Indonesia (LAKSI), Hamzah A Pakaya mengatakan bahwa dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan, penanganan perkara korupsi harus didahulukan dan diutamakan dari perkara lain, guna penyelesaian secepatnya.
Di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, tiga hari lalu LAKSI melaporkan Kasipidsus Kejaksaan Negeri Poso, Hazairin SH., MH, atas tindakan yang menyangkut profesionalitas jaksa dalam menangani perkara-perkara yang diadukan masyarakat dan LSM di Kejaksaan Negeri Poso.
Baca Juga: Masalah Kebun, Oknun TNI di Morowali Aniaya Petani, Tubuhnya Dibanting lalu Diinjak-Injak
Dari sekian laporan yang masuk, salah satunya laporan korupsi alat kesehatan (Alkes) tahun 2013. Kasus ini dilaporkan Lembaga Anti Korupsi Indonesia (LAKSI) pada tanggal 22 Juni 2023.
Namun kata Hamzah, sampai saat ini, laporan itu tidak mendapatkan kejelasan dan terkesan sengaja diabaikan/tidak diperiksa sudah sejauh mana. Bahkan, Kasipidsus Hazairin yang menangani perkara tersebut berkelit bahwa ini tahun politik.
"Tapi di bagian lain, mengapa Kejaksaan Agung RI sangat gencar-gencarnya mengusut kasus korupsi. Apa yang disampaikan Hazairin, hanya alasan pembenaran saja," kritik Hamzah.
KETERLIBATAN ROY KALOH
Laporan LAKSI pada tanggal 22 Juni tahun 2023 ditujukan kepada di Kejari Poso. LAKSI menyebutkan dalam laporannya bahwa tahun 2013, dr verna Gladies Mary Inkiriwang (Bupati Poso saat ini), kala itu menjabat sebagai anggota DPR RI dapil Sulawesi Tengah dari Partai Demokrat.
Baca Juga: Perayaan 55 Tahun PT Vale Ikut Dirayakan Masyarakat Sorowako, Capaian Bersama Menjaga Lingkungan
Verna duduk di Komisi IX bermitra dengan Kementerian Kesehatan RI. Saat itu, Kabupaten Poso mendapatkan APBN berupa kegiatan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya.
Pos anggarannya melekat di Sekretariat Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Anggarannya untuk pengadaan alat kedokteran, kesehatan dan KB sebesar Rp16.232.370.000 (enam belas miliar dua ratus tiga puluh dua juta tiga ratus tujuh puluh ribu rupiah) berdasarkan DIPA nomor: 024.04.4.180163/2013 tanggal 15 Mei 2013.
Proyek 16 miliar lebih itu dimenangkan oleh PT. Prasida Ekatama yang direkturnya dijabat Steny Tumbelaka (terpidana korupsi Alkes).
PT Prasida Ekatama awalnya menerima uang muka pengadaan alat kesehatan Trf dari SP2D Nomor: 030008F sejumlah Rp2.819.943.494 tanggal 26 Juni 2013.
Uang muka tersebut diterima PT Prasida Ekatama melalui nomor rekening BNI 302073*** atas nama perusahaan.
Baca Juga: Ichsan Loulembah Meninggal, Mantan Pemred Harian Kompas Ucapkan Belasungkawa