“Saya tidak pernah disurati BPK, yang benar hanya menerima telepon konfirmasi saja,” ujar Asrar.
Lima Saksi Dihadirkan
Selain Musda Guntur, empat saksi lain yang dihadirkan adalah Yalbert Tulaka, Rahmawati Donda, Ni Wayan Ariyani, dan Habrin.
Pemeriksaan terhadap Sekda Musda dilakukan secara khusus atas permintaan kuasa hukum terdakwa Asrar.
Dalam persidangan terungkap, kejaksaan telah menyita sejumlah dokumen, termasuk dokumen APBD Perubahan 2020.
Namun, saat penasihat hukum Asrar meminta dokumen itu diperlihatkan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum dapat menunjukkannya, sehingga memunculkan pertanyaan dari pihak pembela.
Baca Juga: Sengketa Tanah Antara Tjenarlin dan Rustam di Desa Guntarano, Diduga Ada Mafia dan Persekongkolan
Saksi Yalbert Tulaka yang merupakan mantan Sekda dan Pj Bupati Morut menyatakan tidak pernah menerima dana perjalanan dinas. Hal yang sama juga disampaikan Rahmawati, Kabag Protokol, dan Ni Wayan Ariyani, dokter RSUD Kolonedale.
Mereka membantah pernah menerima atau menandatangani dokumen pertanggung jawaban, termasuk pembayaran medical check up senilai Rp30 juta.
Diketahui, kasus ini menyeret tiga terdakwa, yakni Moh. Asrar Abd Samad (mantan Bupati), Rijal Thaib Sehi (mantan Kabag Umum), dan Asri Taufik (mantan Bendahara).
Mereka diduga melakukan pencairan Uang Persediaan (UP) sebesar Rp900 juta untuk kegiatan perjalanan dinas senilai Rp648,9 juta.
Rinciannya, perjalanan dinas tahun 2020 yang dibayar pada 2021 sebesar Rp509,2 juta, perjalanan dinas 2021 sebesar Rp139,7 juta, serta medical check up senilai Rp30 juta. Perintah pembayaran datang dari Asrar kepada bendahara, melalui instruksi Rijal Thaib Sehi.
Ketiganya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)