METRO SULTENG - Sedang hangat diperbincangkan sebagian publik Tanah Air terkait Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Riva menjadi salah satu dari 7 tersangka skandal dugaan korupsi minyak mentah yang ditetapkan Kejaksaan Agung, pada Selasa, 25 Februari 2025.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menuturkan kasus dugaan korupsi itu terjadi pada periode 2018-2023.
Saat itu, pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.
Pertamina pun berkewajiban mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum memutuskan impor.
Di sisi lain, kasus dugaan korupsi minyak mentah itu mengakibatkan adanya kerugian negara senilai Rp139,7 triliun.
"Perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp193,7 triliun," kata Qohar dalam konferensi pers di kantor Kejaksaan RI, Jakarta, pada Selasa, 25 Februari 2025.
Lantas, bagaimana alasan Kejagung menetapkan Dirut PT Pertamina sebagai tersangka kasus dugaan korupsi minyak mentah? Berikut ini ulasan selengkapnya.
Penyelewengan Spek Minyak Pertamax Jadi Pertalite
Dalam kesempatan yang sama, Qohar menyebut Riva yang kini ditetapkan sebagai tersangka skandal korupsi minyak mentah, diduga menyelewengkan pembelian spek minyak.
Riva selaku Dirut PT Pertamina diduga telah melakukan pembelian untuk jenis Roin 92 (Pertamax) padahal yang dibeli adalah Ron 90 (Pertalite).
"Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92 (Pertamax)," sebut Qohar dalam kesempatan yang sama.
Baca Juga: Nama Hidayat Lamakarate Mencuat Jelang PSU Pilkada Parimo
"Padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan," lanjutnya.