Catatan Kritis BRIMA untuk Superholding Danantara

photo author
- Senin, 10 Maret 2025 | 10:21 WIB
BRIMA menggelar webinar terkait superholding Danantara. Ada beberapa catatan penting BRIMA dari hasil diskusi, Sabtu 8 Maret 2025. (Foto: Ist).
BRIMA menggelar webinar terkait superholding Danantara. Ada beberapa catatan penting BRIMA dari hasil diskusi, Sabtu 8 Maret 2025. (Foto: Ist).

Sementara itu, Direktur NEXT Indonesia Herry Gunawan, menyoroti pentingnya integritas, tata kelola yang transparan dan bertanggung jawab dalam pengelolaan Danantara. Danantara ini, tuturnya, didirikan dengan niat baik, tetapi diawali dengan cara sembrono.

"Lihat saja pengelolannya, mereka berperan ganda atau rangkap jabatan. Regulator sekaligus operator. CEO Danantara Rosan Roeslani, dia merangkap sebagai Menteri Investasi. Holding operasional Dony Oskaria, masih menjabat Wamen BUMN. Danatara rawan sekali konflik kepentingan. Harusnya mereka memilih mau tetap di kementerian atau Danantara. Jangan dua-duanya, karena itu melanggar UU," ujar Herry.

Baca Juga: Gubernur Anwar Hafid Dorong Kearifan Lokal dan ASN Unggul untuk Mewujudkan Visinya

Undang-Undang yang dilanggar itu, terutama Undang-Undang Kementerian Negara Tahun 2008 dan Undang-Undang BUMN Tahun 2025.

Keduanya, kata dia, berkenaan dengan rangkap jabatan yang dilanggar oleh Rosan Roeslani yang saat ini masih menjabat sebagai Menteri Investasi dan Dony Oskaria sebagai Wakil Menteri BUMN.

Senada dengan itu, Ekonom KADIN Ajib Hamdani menegaskan, prinsip good governance harus menjadi pilar utama dalam investasi Danantara.

"Jangan sampai superholding ini hanya menjadi tempat parkir dana atau ladang bancakan oligarki. Harus ada pengawasan ketat dan keterbukaan kepada publik agar tidak terjadi penyimpangan dalam pengelolaan aset negara," katanya.

Baca Juga: Ekonomi Lesu, Daya Beli Memburuk Jelang Lebaran; Waktunya BERANI Buktikan Janji

Sementara itu, Kaprodi Ilmu Pemerintahan FISIP UNTIRTA, Shanty Kartika Dewi, mengingatkan bahwa kebijakan Danantara harus dikawal ketat agar tidak mengulang kesalahan investasi sebelumnya.

"Banyak Undang-undang lahir secara prematur, termasuk UU BUMN terbaru yang menjadi payung hukum Danantara. Perubahan ini disahkan dalam waktu tiga hari dan tidak masuk dalam Prolegnas 2025. Dalam negara demokrasi, kebijakan tidak boleh tergesa-gesa dan harus melibatkan partisipasi publik agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari," tegasnya.

Lebih lanjut, Shanty mempertanyakan keberpihakan Danantara dalam pengelolaan aset negara ini.

"Ketika kita bertanya apakah Danantara berkah atau musibah, kita juga harus bertanya, Danantara ini untuk siapa? Apakah benar akan menguntungkan rakyat atau hanya menguntungkan segelintir pihak?", katanya.

Baca Juga: Motif Pelarian Tahanan Kejari Palu Bernama Megi karena Ingin Bujuk Istri

Dari perspektif hukum, Presiden LIRA Andi Syafrani, menilai bahwa lahirnya Danantara tidak terlepas dari dinamika politik nasional.

"Dua produk hukum lahir pada tanggal yang sama (Undang-Undang BUMN No. 1 Tahun 2025 dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2025). Ini menunjukkan bahwa Danantara memang didorong oleh kepentingan politik tertinggi. Jika tidak diawasi dengan ketat, ia berpotensi menjadi alat politik yang mengabaikan kepentingan publik," ujarnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Icam Djuhri

Tags

Rekomendasi

Terkini

X