“Nanti di hari ketiga pasca putusan Praperadilan baru saya dikeluarkan, itu pun prosesnya alot,” ungkapnya.
Putusan Praperadilan yang dimenangkan Ahlis selaku pemohon dan Polda Sulteng sebagai termohon, dengan nomor: 2/Pid.Pra/2023/PN Poso tanggal 3 Februari 2023.
Dalam putusannya, Pengadilan Negeri Poso menyatakan proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan termohon (Polda Sulteng) dinyatakan tidak sah.
Bahkan, Pengadilan Negeri Poso dalam putusan Praperadilan nomor : 2/Pid.Pra/2023/PN Poso dalam poin empat menyebutkan: “memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap pemohon”.
Bukan itu saja, Polda Sulteng malah sudah mengeluarkan SP3 atau surat penghentian penyidikan kepada Ahlis dalam kasus ini.
Tapi sungguh aneh, setelah memenanangkan Praperadilan di Pengadilan Negeri Poso tanggal 3 Februari 2023, hanya berselang lima hari kemudian, Polda Sulteng kembali menerbitkan SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) pada tanggal 8 Februari 2023 dengan TKP yang sama dan menjerat dengan pasal yang sama kepada Ahlis.
Apa yang dilakukan Polda Sulteng, menurut Ahlis, sangat mencederai rasa keadilan.Betapa tidak, Ahlis yang hanya seorang kepala desa, tapi justru diperlakukan laiknya seorang pelaku tindak pidana kejahatan "kelas kakap".
“Polda Sulteng masih terus melanjutkan kasus saya. Ini ada apa? Jangan-jangan kasus ini by order?,” tanya Ahlis.
Ahlis menjelaskan, justru laporan PT. Latanindo Mining ke Polda Sulteng atas penyerobotan tanah, sebenarnya tidak berdasar. Karena Ahlis mengelola tanah miliknya sendiri.
Baca Juga: Sosialisasi Tambang di Desa Tompira, Begini Harapan PT. Bumanik dan Warga
Kepemilikan tanah tersebut dibuktikan dengan alas hak yang dikuasai berupa SPT (surat pernyataan tanah) yang terbit Tahun 1994 dan SHM (sertifikat hak milik) terbit tahun 2021.
Ahlis memiliki SPT dan SHM atas tanah yang dituduhkan penyerobotan dan dilaporkan PT Latanindo Mining.
“Sebaliknya, saya mempertanyakan keabsahan IUP (Izin Usaha Pertambangan) PT Latanindo Mining yang lokasinya berada di atas tanah milik saya dan beberapa warga Desa Tamainusi lainnya,” tegasnya.
Oleh karena itu, Ahlis meminta meminta Mabes Polri khususnya Divisi Propam, segera memanggil dan memeriksa oknum-oknum penyidik di Polda Sulteng bagian Kriminal Khusus yang menangani kasus ini. Karena mereka sudah tidak profesional dan tendensius.
Ahlis juga meminta Komisi III DPR RI selaku mitra kerja Mabes Polri, memberi perhatian atas kasus ini. Di mana, langkah hukum yang dilakukan polisi di Polda Sulteng, mesti diatensi Komisi III. Karena apapun alasannya, Polda Sulteng adalah bawahan dan perpanjangan tangan Mabes Polri di daerah.