Kasus memilukan ini mencuat setelah seorang ibu muda berusia 24 tahun—yang memiliki riwayat kandungan berisiko tinggi—tidak mendapatkan tindakan cepat meskipun telah mengantongi hasil USG dua kali yang menunjukkan bayinya berukuran besar dan membutuhkan operasi caesar. Dua dokter, yakni dr. Hendra (Spesialis Kandungan) dan dr. Ani (Dokter Umum), sebelumnya telah memberikan kesimpulan serupa bahwa kondisi kandungan harus segera ditangani.
Namun saat pasien tiba di RSUD Bungku, dokter spesialis yang bertugas malah menyatakan bahwa berat janin hanya sekitar 2,8 kilogram dan masih dapat dilahirkan secara normal. Pasien kemudian dipulangkan dan diarahkan ke Puskesmas Bahomotefe untuk proses persalinan.
Baca Juga: Bupati Morowali Targetkan Bahodopi Bebas Sampah Mulai Januari 2026
Dua minggu kemudian, ketika ketuban pecah pukul 02.00 dini hari, keluarga mendesak tenaga medis agar dilakukan tindakan caesar. Namun permintaan tersebut tidak segera dipenuhi. Pasien harus menunggu lebih dari delapan jam, dan ketika waktu tindakan tiba, kondisi sudah terlambat: kepala bayi berada di pintu lahir, sehingga persalinan terpaksa dilakukan secara normal.
Setelah perjuangan hampir tiga jam, dengan dibantu beberapa tenaga medis, sang bayi akhirnya lahir dalam kondisi meninggal dunia. Sementara itu, sang ibu mengalami luka parah serta trauma fisik dan psikologis yang mendalam.
Hingga berita ini diturunkan, keluarga korban mengaku tak mendapat penjelasan ataupun bentuk pertanggungjawaban dari kedua fasilitas kesehatan tersebut.
MDM menilai rangkaian kejadian ini sebagai indikasi kuat adanya kelalaian prosedural dalam penanganan ibu hamil berisiko tinggi.
“Ini bukan sekadar kesalahan prosedur. Ini tragedi kemanusiaan. DPRD tidak bisa tinggal diam ketika pelayanan kesehatan diduga lalai hingga merenggut nyawa bayi. Kami mendesak pemeriksaan total, audit medis menyeluruh, serta RDP dengan seluruh pihak terkait,” tegas MDM.
Ia juga meminta Dinas Kesehatan Morowali turun langsung melakukan investigasi mendalam dan membuka seluruh alur penanganan pasien secara transparan kepada publik.
“Pelayanan cepat bagi ibu berisiko tinggi adalah kewajiban. Keterlambatan dan penolakan tindakan medis seperti ini tidak dapat ditoleransi,” lanjutnya.
Fraksi MDM memastikan akan mengawal kasus ini hingga tuntas, serta memastikan kejadian serupa tidak kembali terulang di Morowali. Masyarakat kini menanti langkah tegas dari Pemda dan manajemen kedua fasilitas kesehatan tersebut.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak RSUD Morowali maupun Puskesmas Bahomotefe belum memberikan tanggapan resmi terkait kejadian memilukan ini. Upaya konfirmasi telah dilakukan oleh awak media. (*)