METRO SULTENG-Sidang perkara dugaan pencurian dengan terdakwa Jemi Mamma (41), warga Desa Batugencu, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Poso, Kamis (18/9/2025), dengan agenda sidang pembacaan eksepsi atau keberatan oleh tim kuasa hukum terdakwa terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam sidang ini, Jemi Mamma mendapat dukungan penuh sejumlah tokoh masyarakat muslim Poso dan Morowali serta serta ormas, yang mengikuti jalannya persidangan, seperti para ustad pengasuh Ponpes Amanah Poso, Ust Sugianton Kaimudin dari Majelis Taklim Khalid Bin Walid.
Mereka mendukung Jemi Mamma karena dinilai sebagai korban penindasan dan kezaliman perusahaan besar terhadap petani kecil, yang memanen dikebun milik sendiri malah dipenjarakan. Mereka juga meminta penegak hukum harus adil dalam penanganan perkara Jemi Mamma dengan tidak berpihak kepada perusahaan besar.
Kuasa hukum Jemi Mama, Yusrin Ichtiawan, SH, menegaskan jika dakwaan JPU cacat hukum. Pasalnya, dalam dakwaan disebutkan bahwa lahan sawit yang dipanen terdakwa adalah milik PT Nusamas Griya Lestari (NGL).
Baca Juga: IKMBM Desak Pemda Bangkep Usut Tuntas Kasus Keracunan Makan Bergizi Gratis
Padahal ucap Yusril, secara sah dan legal lahan tersebut adalah milik klien kami. Dan bentuk kriminalisasi terhadap hak keperdataan.
"Selain kesalahan lokus perkara, proses penyidikan sejak tingkat kepolisian hingga kejaksaan juga bermasalah karena Jemi Mamma tidak pernah didampingi penasihat hukum," kata Kuasa Hukum.
Menurut Yusrin, perkara ini murni perdata, bukan pidana. Klien kami hanya menuntut haknya sesuai perjanjian kemitraan yang diingkari perusahaan.
Kasus bermula saat PT NGL masuk pada 2014 dan menggusur tanaman milik Jemi Mama tanpa izin.
Perusahaan kemudian menawarkan pola kemitraan bagi hasil 70:30, namun belakangan ingkar janji dengan alasan menunggu SK Bupati. Pembayaran yang diterima terdakwa pun jauh di bawah kesepakatan awal.
Merasa dirugikan, Jemi Mama akhirnya memanen sawit dari lahannya sendiri. Tindakan itu justru dilaporkan PT NGL ke polisi hingga ia ditahan pada Mei 2025.
Baca Juga: Keracunan Massal di Salakan, Polres Bangkep Gandeng Balai POM Selidiki Sampel Makanan
Sementara itu Hak Guna Usaha (HGU) PT NGL baru terbit 2014, namun penyelesaian lahan warga dilakukan dua tahun setelahnya.
"Jika ditarik ke belakang, justru perusahaanlah yang berpotensi melanggar hukum," sebut Kuasa Hukum Yusrin.