Namun, pencairan yang dilakukan di 2021 oleh pejabat setelahnya, tidak lagi menjadi tanggung jawabnya.
"Kalau memang masih ada dokumen yang belum terbayar dan diajukan tahun 2021, itu di luar jangkauan saya,” tegasnya.
Rahkmat juga mengatakan kalau dirinya pernah menerima uang perjalanan dinas sewaktu konsul ke Dirjen Otda pada 2020. Sedangkan untuk konsul ke Otda dan Kemendagri yang dibayarkan 2021, tidak pernah menerima dan bertanda tangan karena tidak melakukan perjalanan dinas tersebut.
"Jadi kwitansi ditandatangani, yang ada bukan tandatangan saya dan baru saya ketahui sewaktu di BAP," ujarnya.
Ia juga menyampaikan, dalam aturan Permendagri tentang SPPD, perjalanan dinas tidak boleh menjadi utang-piutang lintas tahun anggaran.
Kasus ini bermula dari pencairan dana Uang Persediaan (UP) senilai Rp900 juta oleh Bagian Umum dan Perlengkapan Setda Morut pada 2021. Dana ini digunakan untuk membayar perjalanan dinas tahun 2020 sebesar Rp539.218.225, perjalanan dinas tahun 2021 sebesar Rp139,7 juta, dan medical check-up sebesar Rp30 juta.
Dugaan korupsi muncul karena sebagian besar dana tersebut digunakan untuk kegiatan tahun sebelumnya, yang dibayarkan setelah tahun anggaran 2020 berakhir. Padahal, menurut peraturan, pembayaran seperti itu tidak diperbolehkan.
Disebutkan pula, terdakwa AT (mantan bendahara) melakukan pencairan atas perintah RTS (mantan Kabag Umum), termasuk pembayaran kepada MAAS, serta permintaan dana sebesar Rp89,2 juta untuk ajudan dan staf bupati.
Baca Juga: Mantan Ketua DPRD Dilapor di Kejati, Ada Apa dengan Bansos Covid-19 Morut?
Ketiga terdakwa Moh Asrar Abd Samad, Rijal Thaib Sehi (RTS), dan Asri Taufik (AT) dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara, serta pertanggungjawaban pidana secara bersama-sama.
Majelis hakim menetapkan sidang lanjutan kasus korupsi dana perjalanan dinas Morowali Utara ini akan kembali digelar pada 1 Juli 2025 dengan agenda lanjutan pemeriksaan saksi dari pihak JPU. (*)