Dalam berbagai studi kepemiluan, sebagaimana kajian Prof. Ramlan Surbakti bahwa proses penyelenggaraan Pemilu yang demokratis paling tidak ditandai oleh sejumlah indikator. Pertama, sistem pemilihan umum yang tidak saja sesuai dengan karakteristik masyarakat, tetapi juga sesuai dengan sistem politik demokrasi (yang didalamnya terkandung sistem kepartaian, sistem perwakilan politik, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan daerah, sistem partisipasi politik warga negara, dan sebagainya) yang hendak diwujudkan. Sistem Pemilu apapun yang diadopsi, setidak-tidaknya dua hal harus dijamin, yaitu kesetaraan warga negara dalam perwakilan baik dalam penentuan siapa saja yang berhak memilih, maupun dalam alokasi kursi parlemen untuk setiap daerah yang harus berdasarkan jumlah penduduk.
Kedua, partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan Pemilu. Dalam konteks demikian, Daulat Pemilih sebagai sarana konstitusional dan kunci partisipasi warga dalam semua sistem Pemilu dengan berbagai karakteristik sistem politik yang dibangun oleh suatu negara. Daulat Pemilih dianggap sebagai prinsip kebebasan dalam berpartisipasi pada Pemilu. Bahkan salah satu indikator ciri negara demokratis yakni adanya jaminan hak politik (political rights) dan kebebasan sipil (civil liberty). Dua ukuran ini juga menjadi elemen penting dalam konsolidasi demokrasi.
Memosisikan rakyat sebagai aktor kunci dalam menentukan semua kebijakan strategis seperti Pemilu merupakan bagian dalam membangun Pemilu yang partisipatif dan demokratis. Sebagai penguatan demokrasi, pemilih harus berdaulat seutuhnya. Sebab, demokrasi modern memosisikan rakyat sebagai aktor kunci pembangunan. (*)
Penulis adalah akademisi dan Ketua LPPM UIN Datokarama Palu masa jabatan 2023-2027.