ASN DALAM PUSARAN POLITIK LOKAL PEMILIHAN SERENTAK TAHUN 2024

photo author
- Minggu, 1 September 2024 | 12:24 WIB
Faizal J, S.H (Staf Bawaslu Kabupaten Banggai Laut). (Foto : Istimewa)
Faizal J, S.H (Staf Bawaslu Kabupaten Banggai Laut). (Foto : Istimewa)

Oleh : Faizal J, S.H (Staf Bawaslu Kabupaten Banggai Laut)

Pemilihan sebagaimana dalam Pasal 1 Ayat (1)  Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 “Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis".

Lanjut secara eksplisit menerangkan bahwa yang dimaksud dengan “Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah” sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023.

Pada tanggal 27 November 2024 mendatang merupakan pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk pertama kalinya dilaksanakan secara serentak diseluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

Baca Juga: Aktivis Agraria Sulteng Nyatakan Dukungan untuk Anwar-Reny di Pilgub 2024

Pelanggaran terhadap prinsip netralitas dalam Aparatur Sipil Negara (ASN)  menjadi  perhatian  serius  dalam  menjaga  kepatuhan  etika  dan integritas  di  dalam  birokrasi  pemerintahan.

Indikator  terhadap  prinsip netralitas  Aparatur Sipil Negara (ASN) dapat dibagi menjadi dua, yaitu ketidakterlibatan dan ketidakberpihakan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun  2023 tentang  Aparatur Sipil Negara (ASN)  merupakan  landasan  hukum  yang  mengatur status,  peran,  dan  tanggung  jawab  Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia.

Salah satu prinsip utama yang diatur dalam Undang-Undang ini adalah prinsip netralitas, yang menjelaskan bahwa setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) harus bersikap independen dan tidak memihak kepada kepentingan  tertentu.  Pasal 9 ayat (2) dalam  Undang-Undang  tersebut  menegaskan  bahwa  pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.

Baca Juga: Anwar Hafid Siapkan Program Khusus Generasi Muda Sulteng Agar Bisa Bersaing

Ini berarti Aparatur Sipil Negara (ASN) harus mengutamakan kepentingan publik dan tidak membiarkan kepentingan pribadi atau kelompok memengaruhi kinerja dan keputusan mereka.

Dalam konteks Pemilihan, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) diatur dalam Undang-Undang Nomor  10  Tahun  2016.  Pasal  70  ayat  1  dari  undang-undang  tersebut melarang  pasangan  calon  untuk  melibatkan  Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI,  dan  Polri  dalam kampanye atau kegiatan politik praktis lainnya dan Pasal 71 ayat (1) Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Tak hanya sampai situ saja dalam ketentuan Pidana Pemilihan Pasal 188 “Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah)” dan  Pasal 189 “Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah serta perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah)”.

Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa proses Pemilihan dapat berlangsung secara adil dan transparan, serta dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang terlibat. Netralitas ini menjadi penting untuk ditinjau dalam konteks partisipasi dan dukungan politik menuju Pemilihan serentak 2024.

Baca Juga: Patwan Kuba Jabat Ketua DPRD Banggai Laut Sementara

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Reza Parham

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ramai Soal KUHAP Baru, Ketua Komisi III DPR Buka Suara

Selasa, 18 November 2025 | 17:46 WIB

Anak Muda: Melek Politik dan Melek Berpartai

Senin, 17 November 2025 | 09:26 WIB
X