METRO SULTENG - Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS) Sulteng, mempertanyakan pernyataan Ridha Saleh selaku Tenaga Ahli Gubernur Sulteng yang sekaligus anggota tim Pemprov.
Ridha Saleh menyebutkan, ada tiga poin kesepakatan atau keputusan terkait penyelesaian konflik agaria antara petani Kecamatan Petasia Timur Kabupaten Morowali Utara vs PT Agro Nusa Abadi (ANA).
Menanggapi hal itu Koordinator FRAS Sulteng, Eva Bande menegaskan, bahwa tiga poin kesepakatan yang diutarakan Ridha Saleh, dibuat sepihak dan tidak pernah melibatkan para petani.
Jika ada kesepakatan wajib hukumnya melibatkan petani. FRAS justru mempertanyakan kesepakatan dengan siapa itu dibangun?.
"Pendamping dan masyarakat hanya dilibatkan dalam pertemuan hari pertama. Dan tanpa sama sekali ada kesepakatan. Hari kedua, pihak masyarakat tidak dilibatkan dalam forum pertemuan dengan pihak perusahaan,"ungkap Eva kepada media ini, Senin malam (12/9/2022).
Terkait salah satu poin kesepakatan yang disebutkan oleh Ridha Saleh bahwa PT ANA diberikan kesempatan untuk mengurus HGU, menurut FRAS Sulteng, hal itu telah menunjukkan lemahnya posisi pemerintah daerah dalam menghadapi perusahaan.
Bagi FRAS, ujar Eva, berdasarkan fakta PT ANA tidak memiliki HGU sejak beroperasi tahun 2006, berarti selama 15 tahun pemerintah dan masyarakat tidak mendapatkan apa-apa, selain limbah busuk sawit.
Pemerintah telah kehilangan potensi pendapatan daerah dari berbagai macam jenis pungutan yang bisa ditarik.
"Artinya, ada potensial lost di sana,"tegas aktivis perempuan ini.
Jika memang ada keseriusan PT ANA untuk melegalkan aktivitas perkebunan sawitya, sebut Eva, maka HGU akan mereka urus sejak jauh-jauh hari. Patut diduga bahwa ini memang disengaja, agar perusahaan tidak mengeluarkan biaya pajak dan berbagai bentuk PAD lainnya kepada negara.
"Pelanggaran-pelanggaran ini jangan didiamkan saja. Harus diusut oleh aparat penegak hukum,"harap Eva.
Diberitakan sebelumnya, Ridha Saleh selaku Tenaga Ahli Gubernur Sulteng bidang Kemasyarakatan dan HAM mengungkapkan, ada tiga poin keputusan saat mediasi antara PT ANA dengan masyarakat (petani) Morowali Utara terkait sengketa lahan.
Baca Juga: Ini Dia 70.566 Hektar Lahan Kontrak Karya PT Vale yang Ingin Diambil Alih Gubernur Sulsel
Pertama, PT ANA diminta segera mengurus izin Hak Guna Usaha (HGU) dalam menjalankan bisnis perkebunan sawitnya di Kabupaten Morowali Utara. Dengan catatan, dalam rentang waktu proses pengurusan izin HGU, PT ANA diharapkan menyelesaikan sengketa lahannya dengan masyarakat.
Baca Juga: Diduga Terima Fee, Nama Tikuala Terseret dalam Kasus Korupsi Proyek Finger Print Pemda Donggala
Kedua, dari 7.000 hektar luasan lahan yang dikuasai PT ANA sekarang ini, sekitar 1.000 hektar akan dilepaskan oleh perusahaan.
Dan yang ketiga, BPN diminta memberi advis terhadap data kepemilikan yang dimasukan oleh desa di Kecamatan Petasia Timur, terhadap lahan 1.000 hektar yang akan dilepaskan PT ANA. ***