METRO SULTENG - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah menegaskan, penyelesaian sengketa lahan antara masyarakat (petani) di Kabupaten Morowali Utara dengan PT Agro Nusa Abadi (PT ANA), telah diupayakan jalan terbaik. Pemprov sudah tiga kali melakukan mediasi dan hasilnya cukup signifikan.
Hal itu disampaikan Gubernur Sulawesi Tengah H Rusdy Mastura, melalui Tenaga Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan HAM, Ridha Saleh.
"Tim bentukan Pemprov Sulteng sudah bekerja kok. Selain memediasi pertemuan, tim juga meninjau langsung ke lapangan," kata Ridha Saleh yang tergabung dalam tim penyelesaian sengketa lahan antara masyarakat Morowali Utara dengan PT ANA, Senin siang (12/9/2022).
Menurut Edang, sapaan akrab Ridha Saleh, ada tiga poin penting keputusan yang telah disepakati terkait sengketa lahan sawit di Morowali Utara.
Baca Juga: Ternyata Ini Pokok Masalah Gubernur Sulsel Tolak Perpanjangan Kontrak Karya PT Vale
Pertama, PT ANA diminta segera mengurus izin Hak Guna Usaha (HGU) dalam menjalankan bisnis perkebunan sawitnya di Kabupaten Morowali Utara. Dengan catatan, dalam rentang waktu proses pengurusan izin HGU, PT ANA diharap menyelesaikan sengketa lahannya dengan masyarakat.
Kedua, dari 7.000 hektar luasan lahan yang dikuasai PT ANA sekarang ini, sekitar 1.000 hektar akan dilepaskan oleh perusahaan. Jangan dimasukan dalam pengurusan izin HGU.
Baca Juga: Pemkab Morowali Utara Minta UMKM Konsisten Pertahankan Mutu Produk
Dan yang ketiga, BPN diminta memberi advis terhadap data kepemilikan yang dimasukan oleh desa di Kecamatan Petasia Timur, terhadap lahan 1.000 hektar yang akan dilepaskan PT ANA.
"Tim bekerja secara transparan dan terbuka. Dan tiga poin keputusan tersebut sudah kita laporkan juga ke Gubernur Sulteng,"ujar Edang.
Dari 1.000 hektar lahan yang akan dilepaskan PT ANA, menurut Edang, dibutuhkan win-win solution yang bijak. Karena di Morowali Utara, PT ANA sudah membangun pabrik pengolahan sawit yang berstandar.
Baca Juga: TNI dan KNKT Usut Jatuhnya Pesawat AL yang Menewaskan Dua Penumpangnya
"Apakah lahan 1.000 hektar ini diganti untung saja oleh PT ANA? Atau bagaimana. Ini mesti dipertimbangkan juga. Karena di atas lahan 1.000 hektar ini, usia sawitnya sudah produktif. Lagipula PT ANA sudah ada pabrik di Morowali Utara,"ujar mantan Wakil Ketua Komnas HAM RI ini.
Pemprov Sulteng sudah berupaya mengambil jalan tengah dalam masalah ini. Di satu sisi tidak mengabaikan hak-hak masyarakat, tapi di sisi lain tidak pula merugikan investor.
"Ada sisi balance-nya. Sekali lagi saya tegaskan, solusi sengketa lahan antara masyarakat dengan PT ANA sudah terang benderang. Tim bentukan Pemprov sudah bekerja profesional. Tidak ada kongkalikong atau apalah namanya itu. Semua masih berjalan normal,"counter Edang menjawab sorotan dari Koordinator FRAS Sulteng Eva Bande.
Baca Juga: FRAS: Jangan Ada Kongkalikong dalam Penyelesaian Konflik Agraria di Morowali Utara
Sebelumnya diberitakan, Koordinator Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS) Sulteng, Eva Bande, menduga ada kongkalikong terkait penyelesaian konflik agraria di Morowali Utara yang melibatkan PT ANA dan petani setempat.
FRAS Sulteng mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk lebih serius dalam menangani persoalan ini.
"Tim yang dibentuk oleh Pemprov jangan lelet menyelesaikan persoalan ini agar tidak berlarut-larut. Konfliknya jelas dan sudah berlangsung puluhan tahun. Akar masalahnya pun juga jelas yakni perampasan lahan oleh perusahaan illegal yang tidak punya HGU," tegas Eva Bande, Minggu (11/9/2022).
Baca Juga: Saatnya Sulteng Miliki Blue Print Sebagai Acuan Pembangunan ke Depan
Rapat berkali-kali dan peninjauan lapangan sudah dilakukan, tetapi sampai sekarang tidak ada eksekusi.
"Jangan-jangan dugaan adanya kongkalikong antara PT ANA dan tim Pemprov benar adanya. Kita harus mewaspadai itu," kata Eva. ***