METRO SULTENG - Bupati Donggala Kasman Lassa dan adik kandungnya Hikmah Lassa, akhirnya menghadiri panggilan penyidik Tipikor Polda Sulteng. Kedua kakak beradik itu diperiksa terkait kasus dugaan korupsi program pengadaan alat Tekhnologi Tepat Guna (TTG) di Pemda Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah.
Satu-satunya Bupati Donggala yang memiliki gelar Kanjeng Raden Ariyo Hadiningrat Dr. Drs. Kasman Lassa, SH, MH, diperiksa penyidik Tipikor Satreskrimsus Polda Sulteng pada Rabu (25/1/2023) siang. Sementara adik kandungnya Hikmah Lassa diperiksa pada Selasa (24/1/2023), atau sehari sebelumnya.
Informasi yang diperoleh media ini, kedua kakak beradik diperiksa terkait dengan dugaan aliran dana dari Direktur CV Mardiana Mandiri Pratama (MMP) yang menggunakan dana desa dan merugikan negara sebesar Rp4,1 miliar.
Hingga saat ini, penyidik sudah melakukan pemeriksaan terhadap 362 orang saksi, yakni 116 Kades, 32 Camat, pihak Pemda dan swasta.
Perlu diketahui, cikal bakal dari masalah TTG ini bermula dari surat permintaan pelatihan home industry dari LPTTG Malindo, Masamba, Sulawesi Selatan, kepada Pemda Donggala. Permintaan itu langsung disambut oleh Bupati.
Untuk tindaklanjut permintaan LPTTG Malindo, kata Abraham Taud (mantan Kadis PMD Donggala) harus ada surat resmi dari Dinas PMD Donggala ke setiap kepala desa untuk mengikuti pelatihan home industry.
Belum sempat menyurat ke desa, datanglah anak mantu Bupati Donggala, Awaluddin, ke rumahnya dan memintanya menandatangi konsep surat untuk para Kades, namun Abraham menolak saat itu.
“Waktu itu sore datang Awaluddin dan pamanya Pasinringi ke rumah saya menyodori konsep surat untuk di tanda tangani, saya tidak mau. Saya bilang tunggu dulu, saya pelajari dulu, baru saya laporkan ke bBupati. Pelatihan itu kan menggunakan dana desa, saya tidak berani intervensi,” ujarnya.
Karena menolak menandatangani, lanjut Abraham, akhirnya Bupati Donggala Kasman Lassa menyurat langsung kepada Kades, Lurah, dan Camat pada tanggal 29 Mei 2019 perihal pelatihan home industri.
Abraham mengatakan, Bupati Donggala mestinya meminta pertimbangan kepada Dinas PMD sebelum menyurat ke para Kades, karena biaya pelatihan akan mengunakan dana desa.
“Inilah yang saya khawatirkan jangan sampai ada intervensi dalam pengunaan dana desa. Tapi Bupati kan sudah terlanjur menyurat ke desa akhirnya diberangkatkanlah utusan dari 120 desa. Setiap desa itu 10 orang dengan anggaran Rp5 juta per orang. Pihak desa ini pun saat berangkat maupun pulang dari pelatihan tidak ada melapor ke dinas PMD,” bebernya.
Karena waktu itu pandemi Covid-19, ungkap Abraham, maka berhentilah tindak lanjut dari pelatihan di LPTTG Malindo itu. Banyak pihak merasa tidak ada output maupun outcome yang dicapai dalam pelatihan yang menggunakan DD sebesar Rp5 miliar lebih itu.