Bupati Kasman Lassa kemudian mengeluarkan disposisi atas permohonan pihak Mardiana.
“Isi disposisi itu sudah perintah proses permohonan CV. MMP. Tidak ada lagi disebutkan teliti, pelajari, laporkan. Tegas disitu, proses. Kalau sudah begini, kita sebagai staf laksanakan, perintah, saya tandatangan MoU,” bebernya.
Baca Juga: Sidang Perdana Kasus Tregedi Kanjuruhan Digelar di PN Surabaya, Ratusan Polisi Disiagakan Pengamanan
Menurut Abraham, dia tidak mengetahui siapa yang menyusun draf MoU tiba-tiba diminta untuk menandatangani. Dari keterangan yang ia terima, bahwa DB Lubis yang menyusun draft MoU saat yang bersangkutan masih menjabat sebagai Kabag Hukum.
Abraham mengira biaya pengadaan alat TTG akan masuk dalam Daftar Penggunaan Anggran (DPA) Dinas PMD, namun ternyata menggunakan DD.
“Karena ada disposisi bupati, ada PKS pengadaan alat TTG antara Mardiana dan pihak desa, ada MoU-nya juga. Akhirnya saya tandatangan MoU itu. Karena saya pikir ini akan dianggarakan di Dinas PMD, dananya masuk dalam DPA PMD. Tapi pada akhirnya menggunakan DD. Itu kan tidak boleh, sebab diatur dalam UU Nomor 6 tentang desa,"kata Abraham panjang lebar.
Setelah ada temuan dari BPK-RI dalam pengadaan peralatan TTG tersebut, nama Abraham diseret-seret ikut bertanggungjawab.
"Apa yang saya lakukan hanya berdasarkan perintah Bupati Donggala, Kasman Lassa melalui nota disposisi,” sebut Abraham membela diri. (Ahmad Muhsin/MetroSulteng)