hukum-kriminal

Berkaca Pada Banjir Sumatera, Kerusakan Alam di Sulteng Lebih Parah, Pesisir Palu Donggala di Bayang-bayangi Bencana Ekologis

Rabu, 3 Desember 2025 | 14:17 WIB
Direktur WALHI Sulawesi Tengah Wiwin Matindas

METRO SULTENG-Bencana banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera dan Aceh yang menewaskan lebih dari 760 jiwa, yang dipicu kerusakan hutan akibat maraknya aktifitas penambangan, menggugah
WALHI Sulawesi Tengah, untuk mengingatkan kembali kerusakan alam yang sama yang terjadi di Sulteng.

Direktur WALHI Sulawesi Tengah
Wiwin Matindas menyampaikan, duka mendalam dan solidaritas penuh kepada seluruh rakyat di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh yang saat ini menghadapi bencana ekologis akibat banjir besar, longsor, dan kerusakan ekosistem wilayah hidup yang meluas menyebabkan korban jiwa pertanggal 25-27 November.

Bencana ini, menurut Wiwin, bukan peristiwa alam, melainkan akumulasi dari kebijakan keliru, ekspansi industri ekstraktif, dan pembiaran terhadap kerusakan lingkungan selama bertahun-tahun.

Baca Juga: WALHI Ungkap 7 Perusahaan Tambang, Sawit dan PLTA Jadi Pemicu Banjir Bandang di 8 Kabupaten di Sumut, Berikut Daftarnya

"Bencana ekologis peringatan keras di Indonesia berada di titik kritis. Tinggal menunggu waktu dengan pola ekspoitasi yang masif di Sulawesi Tengah dengan total bukaan 8.356,70 Hektar data SIMONTINI tahun 2024 melalui deforestasi, perampasan ruang hidup, dari Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti Industri nikel, pertambangan, perkebunan sawit skala besar, dan kawasan pangan nusantara," tandanya kepada Metro Sulteng, Rabu (3/12).

Pola ini, sambung Wiwin, jika terus dibiarkan, maka tragedi serupa di Sumatera akan terjadi berbagai wilayah Sulawesi Tengah.

Contoh nyata, disepanjang pesisir Palu–Donggala, setiap musim hujan, masyarakat di Kelurahan Loli, Watusampu, dan Buluri merasakan dampaknya.

Jalan nasional tergenang banjir, air bercampur material galian C menutupi ruas jalan, mengganggu pengguna jalan, dan memperlihatkan betapa daya dukung serta daya tampung lingkungan telah hilang.

"Bukaan izin tambang pasir batuan terus bertambah. Data Momi ESDM 2024 mencatat 72 izin usaha pertambangan (IUP) dengan total luasan mencapai 1.445,35 hektar," ujarnya.

Angka ini bukan sekadar statistik, serta bukaan deforestasi secara ugal-ugalan dengan total deforestasi pesisir Palu Donggala 466,33 Hektar. Ini adalah ancaman nyata bagi keselamatan rakyat setempat.

Baca Juga: Bencana di Sumatera, Mahfud MD Singgung Dugaan Penyalahgunaan Izin Tambang

Di balik semua ini, Negara seharusnya hadir bukan hanya dalam bentuk respons darurat, tetapi dalam komitmen jangka panjang untuk pemulihan ekologis. Keselamatan rakyat harus menjadi prioritas tertinggi, bukan sekadar catatan kaki dalam agenda pembangunan.

WALHI Sulawesi Tengah mengeluarkan seruan keras agar pemerintah pusat dan daerah segera mengambil langkah serius, diantaranya.

Moratorium seluruh izin tambang di sepanjang Pesisir Palu Donggala.

Pemulihan wilayah kelola rakyat sebagai fondasi keselamatan ekologis jangka panjang.

Halaman:

Tags

Terkini