METRO SULTENG – Praktik pungutan liar (pungli) di jalur Seba-Seba, yang melintasi wilayah konsesi PT Vale Indonesia Tbk dan menjadi akses vital penghubung Sulawesi Tengah–Sulawesi Selatan, kian meresahkan.
Aktivitas ilegal berupa pemalangan dan penarikan biaya terhadap pengendara dinilai sebagai ancaman serius terhadap iklim investasi di daerah.
Saiful, SH, seorang praktisi hukum muda di Kabupaten Morowali, angkat bicara soal maraknya pungli yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat di jalur tersebut.
Dalam keterangannya kepada awak media, Senin (14/4/2025), ia menyebutkan bahwa aksi ini tidak memiliki dasar hukum dan mendesak aparat penegak hukum segera bertindak.
“Sudah ada laporan masuk ke kepolisian, tetapi praktik pemalangan dan pungutan masih terus terjadi. Ini mengganggu kepastian hukum dan jalannya investasi di wilayah konsesi,” ujarnya tegas.
Menurut informasi, pungutan tersebut dikenakan kepada setiap kendaraan yang melintas—berkisar Rp10 ribu hingga Rp20 ribu untuk roda dua, dan Rp50 ribu untuk roda empat. Aktivitas ini telah berlangsung cukup lama dan belum mendapatkan penindakan hukum yang tegas.
Saiful menekankan pentingnya peran aparat keamanan dalam menertibkan kegiatan tersebut, agar tidak berkembang menjadi praktik yang dianggap biasa dan dibiarkan terus berlangsung.
“Kalau tidak ditindaklanjuti, ini akan menjadi pungli permanen di jalur Seba-Seba,” pungkasnya.***