Untuk mengurus HGU, sebut Sadino, juga tidak mesti gelondongan. Atau secara serentak sesuai jumlah luasan lahan. Bisa dilakukan secara bertahap.
"Jika luas lahan misalnya 10.000 hektar, bisa diajukan proses HGU 3.000 hektar dulu. Setelah itu 2.000 atau 3.000 hektar lagi hingga mencapai 10.000 hektar. Sehingga akan keluar nantinya sertifikat HGU 1, HGU 2 dan HGU 3," jelas Sadino.
Di bagian lain, Sadino juga tidak sependapat soal tudingan terhadap perusahaan sawit yang belum ber-HGU merugikan negara. Padahal tanah yang dibudidayakan perusahaan adalah lahan/tanah negara juga.
"Belum ada HGU negara dirugikan, di bagian mana negara dirugikan? Kan sebelumnya negara sudah berikan izin untuk kelola/budidaya lahan tersebut. Perusahaan sudah bayar pajak dan bayar lain-lainnya. Kalau urusannya ke peningkatan hak atas tanah atau HGU, itu urusannya lain," sanggahnya.
Baca Juga: Terpidana Pencurian Buah Kelapa Sawit di Morowali Utara Dieksekusi Jaksa, Ini Tanggapan Pengamat
Bahkan sebaliknya, perusahaan yang belum ber-HGU justru tidak mendapatkan insentif. Tidak bisa kredit atau menambah modal untuk pembiayaan dengan meng-agunkan HGU ke bank atau ke pemodal.
"Untuk perusaahan sawit yang berinvestasi, begitu mereka masuk atau kelola lahan di suatu daerah, sudah dibebankan bayar pajak. Bahkan saat buah TBS serta CPO-nya pun, negara juga kenakan biaya keluar dan pembiayaan lain-lainnya. Disinilah pemasukan untuk negara," tandas Sadino. ***