Mahasiswa Akuntansi UNUSIA Menggugat TRANS 7 Terkait Tayangan Exposed Uncensored Yang Dinilai Melecehkan Pesantren

photo author
- Rabu, 15 Oktober 2025 | 14:46 WIB
Gugatan terhadap Trans7
Gugatan terhadap Trans7

METRO SULTENG — Tayangan Exposed Uncensored yang disiarkan oleh Trans 7 menuai gelombang protes dari kalangan akademisi muda Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), khususnya dari mahasiswa Program Studi Akuntansi. Mereka menilai konten tersebut telah melampaui batas etika penyiaran dan mencederai nilai-nilai keagamaan serta budaya bangsa.

Asep Alfarizi Yulianto, mahasiswa Akuntansi UNUSIA semester V, menyebut tayangan tersebut bukan sekadar bentuk hiburan, melainkan “sensasionalisme yang membahayakan.” Ia menegaskan, “Bukan hanya merendahkan sebuah instansi, tetapi juga pendidikan agama Islam, bahkan seorang pimpinan pesantren. Tayangan tersebut merendahkan nilai-nilai spiritual dan budaya, serta berpotensi memicu perpecahan di masyarakat.” (14/10/2025).

Baca Juga: Anwar Hafid: Efisiensi Fiskal dan Pendidikan, Dua Kunci Atasi Kemiskinan

Asep juga menilai bahwa konten semacam itu mencerminkan kegagalan media dalam memahami tanggung jawab moral dan sosial penyiaran publik.

“Mereka gagal memahami etika penyiaran dan keberagaman yang seharusnya dijaga. Sikap seperti ini justru merusak kredibilitas lembaga media itu sendiri,” tambahnya dengan nada kritis.

Senada dengan itu, Sintia Nur Afifah, mahasiswa Akuntansi UNUSIA semester VII, menyatakan bahwa *Exposed Uncensored* merupakan bentuk pelecehan terhadap pesantren dan para kiai yang selama ini menjadi sumber nilai dan keteladanan bagi warga Nahdlatul Ulama (NU).

“Sebagai mahasiswa UNUSIA dan kader PMII, saya menilai tindakan itu tidak hanya melukai perasaan santri, tetapi juga merusak kehormatan tradisi keilmuan pesantren,” ujarnya tegas.

Baca Juga: Isi Lengkap Percakapan Bocor Trump-Prabowo Ditengah KTT di Mesir : dari Proyek Trump Organization hingga Spekulasi Isu Strategis

Sintia menambahkan, media semestinya berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan justru merendahkan martabat lembaga keagamaan yang telah berkontribusi besar terhadap pembangunan moral dan sosial di Indonesia.

Ia mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar menindak tegas tayangan semacam itu agar tidak menjadi preseden buruk bagi dunia jurnalistik nasional.

Aksi kritik mahasiswa UNUSIA ini mencerminkan kesadaran baru di kalangan generasi muda Nahdlatul Ulama terhadap pentingnya menjaga kehormatan nilai-nilai keagamaan dan budaya dari komersialisasi media.

Mereka menegaskan bahwa kebebasan berekspresi tidak boleh menjadi alasan untuk melecehkan nilai-nilai luhur bangsa.

Baca Juga: Kolaborasi Pemerintah dan Perguruan Tinggi, Mahasiswa Ikut Berkontribusi dalam Percepatan Sertipikasi Tanah Wakaf

“Pers dan media televisi harus menjadi pilar moral yang mendidik, bukan menebar sensasi yang menyesatkan,” tutup Asep.

Dengan demikian, kritik mahasiswa Akuntansi UNUSIA bukan sekadar reaksi emosional, tetapi refleksi akademik atas krisis etika di ruang publik yang menuntut tanggung jawab moral dari lembaga penyiaran nasional.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Subandi Arya

Tags

Rekomendasi

Terkini

X