Berdasarkan informasi yang dihimpun, di lokasi proyek tidak ditemukan fasilitas standar K3, seperti ruang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K), kotak obat-obatan, maupun petugas Health, Safety and Environment (HSE).
“Tidak ada HSE di proyek ini,” ujar seorang sumber terpercaya media ini, Kamis (25/9/25). Ia menilai, kondisi tersebut sangat berisiko jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan kerja atau ada pekerja yang mendadak sakit.
Sumber itu juga menegaskan bahwa fasilitas K3 seharusnya wajib tersedia dalam proyek besar, apalagi dokumen Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) disebut sudah termasuk dalam perencanaan anggaran.
“Biasanya inspektorat itu periksa semua. Mana SMKK, HSE-nya, pekerja pakai safety atau tidak, sampai ada atau tidaknya ruang tindakan darurat, APAR, dan kotak P3K,” bebernya.
Ia menduga lemahnya penerapan K3 di proyek ini tak lepas dari kurangnya pengawasan instansi terkait, baik Pemkab Morowali maupun pengawas ketenagakerjaan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pelaksana proyek, PT Faza Jaya Pratama, belum memberikan tanggapan resmi. Upaya konfirmasi yang dilakukan awak media kepada manajemen proyek juga belum dijawab.
Sementara itu, pengawas pekerjaan, Said, yang ditemui di lokasi, justru balik mempertanyakan kewenangan wartawan dalam mengajukan pertanyaan soal penerapan K3 di proyek tersebut.
Kondisi serupa juga ditunjukkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Pemkab Morowali selaku leading sektor proyek. Hingga kini, dinas terkait enggan memberikan keterangan mengenai minimnya penerapan K3 pada pembangunan Kantor Imigrasi tersebut.***