METRO SULTENG - Kuasa hukum Roy Suryo dan Tim Pembela Aktivis dan Ulama (TPUA) resmi melaporkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Laporan tersebut dilayangkan imbas belum adanya tindakan eksekusi pada Silfester Matutina terkait kasus fitnahnya pada Jusuf Kalla yang sudah diputuskan sejak 2019 lalu.
Kuasa hukum Roy Suryo, Ahmad Khozinudin, juga meminta Kejagung melakukan audit kinerja dan keuangan terhadap Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Baca Juga: Bupati Morowali Sampaikan Rancangan KUA-PPAS 2026 di Paripurna DPRD
“Patut diduga bahkan diyakini ini ada masalah dari sisi kinerja, karena tidak mungkin putusan yang sudah inkrah dan kami sudah cek ada rinciannya oleh rekan kami,” ucap Khozinudin di kantor Kejaksaan Agung pada Jumat, 15 Agustus 2025.
Ia membeberkan bahwa administrasi penangkapan Silfester Matutina sudah lengkap dan seharusnya bisa langsung dieksekusi.
“Putusan administrasinya sudah dikirim oleh Mahkamah Agung, jadi tidak ada alasan tidak memiliki salinan putusan untuk bisa dieksekusi,” imbuhnya.
Baca Juga: Sambut HUT RI ke-80, Bupati Morowali Kukuhkan 48 Anggota Paskibraka 2025
Khozonudin juga menyoroti Silfester yang selama 6 tahun ini masih bebas dianggap sebuah kelalaian yang tidak biasa.
Pasalnya, ada biaya yang dibayarkan oleh negara untuk aparat kejaksaan dalam menjalankan fungsinya, namun kali ini belum dilakukan.
Sementara itu, kasus Silfester Matutina pada 2019 lalu adalah menyebarkan fitnah terhadap Jusuf Kalla karena pidatonya di tahun 2017.
Dalam pidato itu, Silfester menyebut bahwa Jusuf Kalla telah melakukan korupsi yang membuat masyarakat Nusa Tenggara Timur dan Bali menjadi miskin.
Baca Juga: Reaksi Sinis HMI Buol, Kritik Masalah Hukum Bupati Risharyudi Triwibowo di KPK
Selain itu juga tudingan Silfester pada Jusuf Kalla yang menyebutnya menggunakan agama untuk bisa memenangkan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017.
Silfester pun telah divonis 1,5 tahun dan putusannya pun sampai pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, namun hingga kini belum dieksekusi.***