METRO SULTENG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta serius menyikapi dugaan suap yang terjadi di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia.
Hal itu disampaikan Muhammad Fithrat Irfan, mantan staf ahli Anggota DPD RI asal Sulawesi Tengah, Rafiq Al Amri.
Irfan - sapaan akrabnya, menyatakan bahwa sudah 100 hari ia melaporkan dugaan suap pemilihan pimpinan DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD RI ke KPK. Dugaan suap ini disinyalir menyeret 95 Senator di DPD RI.
Baca Juga: Senator DPD RI asal Sulteng Diduga Terima Suap, 95 Nama Diserahkan ke KPK untuk Diproses
Selain diduga menerima suap, Anggota DPD RI Rafiq Al Amri juga dilaporkan atas penggelapan dalam jabatan yang menggunakan staf fiktif dalam SK anggota stafnya yang dimasukan datanya ke Sekjenan DPD RI.
"Ini memperkaya diri pribadi dan sangat merugikan negara," kata Irfan tegas.
Terkait laporannya di KPK, Irfan meminta kepada seluruh mahasiswa Indonesia untuk mengawal kasus dugaan suap 95 Anggota DPD RI. Teman-teman mahasiswa, kata dia, adalah elemen penting sebagai pengawal konstitusi dari negara ini.
"Ini adalah tindakan yang melecehkan demokrasi di negara kita. Rusaknya mental pejabat DPD RI mencerminkan sumber daya manusia yang sudah rusak menjadi perwakilan rakyat di parlemen," Irfan menyayangkan.
Baca Juga: KPK Didesak Usut Laporan Dugaan Suap Ketua DPD Terpilih dan 95 Anggota Termasuk Senator Inisial RAA
Menurutnya, akar dari semua permasalahan di Indonesia saat ini adalah korupsi. "Kita rakyat disuruh efisiensi, sementara korupsi tumbuh subur di negara ini," kritiknya.
Olehnya itu, Irfan mengajak seluruh mahasiswa se-Indonesia untuk mengawal ketat kasus dugaan suap 95 Anggota DPD RI yang telah ia laporkan. Ia melihat ada upaya untuk menenggelamkan kasus ini.
"Setiap hari kita membaca di media online berita korupsi. Akankah KPK berani untuk mengadili 95 Anggota DPD RI yang diduga menerima suap. Ini skandal besar yang melibatkan 95 orang. Bahkan akan menjadi skandal terbesar di dunia," ujar Irfan prihatin.
Kepada lembaga antirasuah (KPK RI) itu, ia berharap segera menaikan laporan ini ke tahap penyidikan atau lidik. Karena publik sudah menunggu perkembangannya.
"Sebab, laporan saya sudah 100 hari lalu. Aduan ini pertama kali saya laporkan pada 6 Desember 2024. Kemudian laporan kedua pada 18 Februari 2025 bersama kuasa hukum saya, Aziz Yanuar," katanya.