METRO SULTENG- Simpang siurnya penjualan barang bukti sitaan kasus dugaan ilegal mining yang dijual oleh dua oknum kepala desa yakni Kades Batusuya dan Batusuya Go'o kepada PT Sapta Unggul mulai ada titik terang.
Para tokoh dan masyarakat dua desa mulai mencari tau berapa jumlah kubikasi penjualan barang bukti yang dilakukan oknum dua kades itu termasuk soal harga/ kubiknya.
Hal itu dikarenakan penjualan material hasil sitaan itu tidak dilakukan sosialisasi atau musyawarah dengan para tokoh dan masyarakat setempat. Selain itu diketahui kesepakatan penjualan itu hanya oknum dua Kades dan Ketua BPD Batusuya.
Baca Juga: Polda Sulteng Resmi Tahan Mansur Latakka untuk 20 Hari ke Depan
Setelah terjual ribuan kubik batu pecah pada bulan Oktober 2023 lalu,kedua kades itu melaksanakan pertemuan musyawarah dikantor Desa Batusuya pada Sabtu 25 November 2023 akhir pekan lalu, dengan agenda musyawarah dan sosialisasi hasil penjualan material.
Dalam pertemuan itu, terungkap sekitar 1.806 kubik batu pecah yang terjual ke perusahan PT Sapta Unggul dengan harga 180 juta lebih.
Dari 186 juta tersebut dikeluarkan untk pembayaran kegiatan MTQ sebesar Rp40 juta, pembayaran gaji karyawan sekitar 24 orang dengan 1 juta per orang dan pembayaran Puskesmas Rp 75 juta.
Sementara itu sejumlah informasi yang dihimpun tim liputan media ini pertemuan yang dilakukan dua kades tersebut tanpa melibatkan pihak perusahan PT MAP.
Ditempat terpisah pihak pembeli batu becah dari PT Sapta Unggul , telah melakukan pembayaran karena desakan pihak ketiga sebesar Rp200 juta.
Hal ini membuat para tokoh di dua desa semakin curiga atas tidak transparansnya penjualan barang bukti batu pecah yang dilakukan oleh dua oknum kades. (Tim/Onco/Metrosulteng)