METRO SULTENG-Indonesia memiliki cadangan nikel melimpah. Menurut data yang dihimpun Metro Sulteng dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Lembaga Pemerintah yang bertugas melaksanakan koordinasi kebijakan dan pelayanan di bidang penanaman modal, menyebutkan Indonesia memiliki 30% cadangan nikel dunia, yaitu sebesar 21 juta ton.
Nikel dapat ditemukan di berbagai wilayah, seperti Halmahera Timur di Maluku Utara, Morowali di Sulawesi Tengah, Pulau Obi di Maluku Utara, dan Pulau Gag di Kepulauan Raja Ampat.
Baca Juga: Rekonstruksi Kasus Brigadir J, Kejagung Turunkan 10 Jaksa ke Lokasi
Bijih nikel laterit (limonit dan saprolit) merupakan komoditas umum di industri nikel di Indonesia. Jumlah bahan baku tersebut di Indonesia sangat berlimpah. Kondisi ini menjadi alasan dibangunnya industri baterai kendaraan listrik berjenis NCA (nikel kobalt alumunium oksida) dan NMC (nikel mangan kobalt oksida).
Empat badan usaha milik negara, yaitu PLN, Antam, Inalum, dan Pertamina membentuk Indonesia Battery Corporation (IBC) untuk mendukung upaya pemerintah meningkatkan nilai tambah komoditas mineral yang lebih strategis.
Baca Juga: Pengacara Brigadir J Tetap Tak Percaya Pengakuan Istri Ferdy Sambo Korban Asusila
IBC membuka kesempatan bekerja sama untuk proyek sektor hilir berdasarkan profitabilitas. Kerja sama ini mencakup kemampuan akses pasar dan pendanaan untuk mengembangkan produksi mineral dari cadangan perusahaan.
Selain itu, IBC juga turut serta dalam upaya hilirisasi nikel dengan membangun smelter feronikel di Halmahera Timur bernama Haltim. Smelter ini memiliki kapasitas produksi 13.500 ton nikel dalam feronikel (TNi) per tahun.
Perusahaan investor asing
LG Energy Solution resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan pemerintah terkait proyek pabrik baterai kendaraan listrik. Pada akhir tahun 2020, perusahaan tersebut berkomitmen untuk berinvestasi di industri baterai dari hulu hingga hilir dengan nilai investasi sebesar 9,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp142 triliun.
Pabrik tersebut direncanakan akan mengintegrasikan seluruh rantai pasok baterainya, dari penambangan, smelter, prekursor, katoda, mobil, hingga fasilitas daur ulang. Semua fasilitasnya akan dibangun di Indonesia. Dalam MoU antara pemerintah dan LG tersebut disepakati bahwa 70% nikel yang digunakan untuk memproduksi baterai mobil listrik harus diolah di Indonesia.
Investor lain yang berencana berinvestasi di industri baterai kendaraan listrik adalah Contemporary Amperex Technology (CATL). Perusahaan tersebut berencana menginvestasikan sebanyak 5 miliar dolar AS atau setara Rp70 triliun untuk pembangunan pabrik baterai litium di Indonesia. Pemerintah akan mewajibkan CATL mengolah 60% nikel yang digunakan untuk memproduksi baterai kendaraan listrik di Indonesia.
Baca Juga: Indonesia Bisa Jadi Pemain Utama Industri Mobil Listrik Dunia
Insentif investasi