Industri Udang Masih Dihadang Penyakit, Mutu Benur dan Mutu Produk, Bisa Mencontoh Cara Ekuador

photo author
- Selasa, 4 Maret 2025 | 08:24 WIB
Proses panen udang Vaname. Foto insert: Dr. Hasanuddin Atjo.
Proses panen udang Vaname. Foto insert: Dr. Hasanuddin Atjo.

Oleh: Dr. Hasanuddin Atjo
(Dewan Pakar MPN, SCI dan Ispikani)

Industri udang nasional pada tahun 2025 diperkirakan masih terperangkap pada persoalan penyakit, mutu benur dan mutu produk. Persoalan ini tentunya perlu dicarikan solusinya agar bisnis komoditi ini menggeliat kembali dan membantu para pembudidaya udang.

Ekspor udang Indonesia pada lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Tahun 2019 tercatat sebesar 200.599 ton. Tahun 2020 menjadi 227.948 ton, dan 2021 ekspor udang Indonesia tertinggi sebesar 241.101 ton dengan nilai 2,18 miliar dollar US.

Ekspor tahun 2022 menurun menjadi 231.413 ton, kemudian tahun 2023 menjadi 209.066 ton. Pada tahun 2024 ekspor kembali turun menjadi 202.464 ton dengan nilai sekitar 1,81 miliar dollar US.

Baca Juga: Udang Indonesia Bisa Bersaing di Pasar China, Mutu Udang dan Komitmen Menjadi Kritikal Poin

Turunnya ekspor udang negeri kepulauan ini pada tiga tahun terakhir (2022 - 2024) antara lain disebabkan oleh turunnya produksi udang nasional yang disebabkan sejumlah faktor.

Menurunnya harga udang pasar global pada tiga tahun terakhir menjadi sebab pembudidaya udang mengurangi padat tebar hingga 30 persen. Selain itu sulitnya memperoleh benur sehat juga menjadi faktor yang tidak kalah pentingnya.

Investigasi sepanjang tahun 2024 hingga awal tahun 2025, memberi indikasi bahwa benur yang beredar, sekitar 60 persen dalam kategori tidak sehat oleh karena terinfeksi oleh bakteri maupun virus.

Benur yang tidak sehat serta penerapan SOP budidaya yang tidak standar menjadi faktor penyebab meningkatnya kasus penyakit udang yang dominan menimpa petambak tradisional dengan persentase sekitar 85 persen dari total areal tambak di Indonesia (sekitar 360 ribu ha).

Mutu produk udang Indonesia juga mulai dipersoalkan oleh sejumlah negara importir. Kebiasaan merendam udang hingga tiga sampai empat hari kemudian diproses menjadi udang kupas (peeled) maupun produk lain masih berlangsung.

Baca Juga: Udang Litopenaeus Vannamei Berwarna Emas, Ditemukan Petani Tambak Morowali Utara

Sementara negara produsen lainnya seperti Ekuador, India, Vietnam dan Thailand telah mengedepankan mutu udang sebagai bahan baku industri prosesing menjadi sejumlah produk, sehingga daya saing produk udang dari Indonesia tergerus.

Shrimp outlook tahun 2025 dihelat tanggal 27 Februari lalu di Jogyakarta, dihadiri sekitar 350 pelaku bisnis dari berbagai daerah, asosiasi udang serta kalangan profesional memberi sejumlah informasi yang bisa menjadi referensi menyusun strategi oleh pemerintah dan pelaku usaha.

Acara yang disponsori Start Up inovasi teknologi akuakultur JALA dan USSRC (US Soebyan Export Council) menghadirkan sejumlah narasumber ternama dari dalam maupun luar negeri, diantaranya dari Ekuador yang pada saat ini menjadi negara dengan produksi udang paling tinggi di dunia.

Terungkap pada acara tersebut bahwa harga udang pada tahun 2025 cenderung akan membaik dari tahun tahun sebelumnnya. Dan pesan yang dinilai tidak kalah pentingnya bahwa mutu udang jadi faktor yang harus dipenuhi sejumlah produsen utama.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Icam Djuhri

Tags

Rekomendasi

Terkini

X