METRO SULTENG – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah menggelar diskusi publik bertajuk "Satu Juta Hektar Sawit di Sulawesi untuk Siapa?" pada Sabtu siang (15/2/2025).
Diskusi berlangsung di Sekretariat WALHI Sulteng, Jalan Tanjung Manimbaya, Kota Palu. Aktivis lingkungan dari beberapa lembaga hadir.
Diskusi juga diselenggarakan secara hybrid dengan partisipasi perwakilan eksekutif nasional WALHI.
Baca Juga: WALHI Sulteng: Kebijakan Sawit Diharap Berpihak pada Kesejahteraan dan Kelestarian Lingkungan
Kepala Bidang Produksi dan Perlindungan Tanaman Perkebunan Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunak) Sulteng, Simpra U Tajang, menjadi salah satu narasumber dalam diskusi siang itu mewakili Pemerintah Provinsi Sulteng.
Pada 2023, luas kebun sawit di Sulteng mencapai 162.000 hektar. Dari jumlah itu, sekitar 3 persen dikelola oleh perusahaan negara, 56 persen oleh perusahaan swasta, dan 39 persen merupakan perkebunan rakyat.
Baca Juga: BPJN Sulteng dan PT IMIP Perbaiki Jalan Bahodopi-Batas Sultra Pakai Skema Pembiayaan CSR
Meski memberikan dampak ekonomi yang besar, sektor ini juga menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan. Seperti tumpang tindih lahan, areal perkebunan masuk kawasan hutan, sengketa hak atas tanah, serta persoalan hak asasi manusia (HAM).
"Permasalahan lahan sering menjadi perhatian utama. Misalnya di Morowali Utara, pemerintah daerah sudah melakukan mediasi dan perusahaan telah melepaskan lahan yang dipermasalahkan. Namun, kendalanya ada pada status kepemilikan lahan yang dimiliki 3-4 orang. Ini yang perlu diperjelas sebelum lahan benar-benar dikembalikan ke masyarakat," ujar Simpra.
Olehnya, rencana perluasan perkebunan sawit di Sulteng perlu dikaji ulang, mengingat ketersediaan lahan yang semakin terbatas. Dari satu juta hektar yang direncanakan diperluas di Pulau Sulawesi, Sulteng kebagian sekitar 300 hektar.
"Jangan sampai kebun sawit masuk ke wilayah hutan. Kalau bukan wilayah hutan yang dijadikan perluasan lahan, silakan saja. Saya dapat info, arah perluasannya ke wilayah Lalundu, Donggala," tambahnya.
Simpra justru menitikberatkan tingkat produksi sawit di Sulteng. Saat ini kata dia, masih sekitar 3 ton per hektar setiap panen. Padahal idealnya bisa ditingkatkan menjadi 5 hingga 7 ton per hektar.
"Daripada membuka lahan baru yang semakin terbatas, lebih baik kita fokus pada peningkatan produktivitas," ujarnya.