Penyakit Udang Masih Jadi Soal, Standarisasi Hatchery, Laboratorium Penyakit dan SOP Budidaya Penting

photo author
- Kamis, 2 Januari 2025 | 07:04 WIB
Salah satu tambak udang di Sulteng yang sudah menggunakan teknologi budidaya ala Ekuador. Foto insert: Dr. Hasanuddin Atjo. (Foto: dok)
Salah satu tambak udang di Sulteng yang sudah menggunakan teknologi budidaya ala Ekuador. Foto insert: Dr. Hasanuddin Atjo. (Foto: dok)

Inovasi dan teknologi budidaya terus dikembangkan antara lain budidaya udang dua step yaitu nursery dan grow out, sistem monitoring penyakit, pakan fungsional untuk imun dan pertumbuhan.

Selain itu menggunakan sensor menggerakan mesin pelontar pakan maupun kincir air untuk menyuplai oksigen. Pelontar pakan akan bekerja bilamana udang mulai lapar. Demikian dengan kincir akan berfungsi bilamana oksigen berada pada kadar minimum.

Dengan inovasi dan teknologi yang dikembangkan meski HPP (Harga Pokok Produksi) udang di Ekuador lebih murah $US 0.75 per kg dibanding dengan Indonesia, sehingga daya saing udangnya lebih tinggi mengisi pasar udang dunia, terutama ke Amerika Serikat dan China.

Baca Juga: Shrimp Club Indonesia (SCI) Menilai Desentralisasi Prosesing Udang Mendesak

Penyakit udang dalam proses budidaya terjadi melalui dua mekanisne. Pertama secara vertikal terbawa oleh benih yang diproduksi oleh hatchery. Kenyataanya benih sebagian tidak clean lagi, sudah ada kontaminasi bakteri, virus atau lainnya.

Ini bisa terjadi karena induk yang dipergunakan tidak sehat, atau induk sehat tetapi sanitasi yang tidak mendukung seperti pakan induk berupa cacing, air pasok, pakan benih, peralatan yang tidak steril.

Kedua, secara horizontal bisa tertular melalui air yang masuk ke dalam petak budidaya tidak lagi steril dari bakteri maupun virus berbahaya, sehingga dengan mudah terjadi ledakan penyakit secara tiba-tiba.

Belum semua tambak udang memiliki sistem budidaya yang terstadarisasi, karena antara lain persoalan biaya investasi dan modal kerja terutama oleh tambak tradisional yang hampir 80 persen dari total luas areal di negeri ini.

Sejumlah hasil penelitian telah memberikan petunjuk bahwa kualitas benih (benur) menjadi faktor dominan yang memengaruhi keberhasilan budidaya udang. Kemudian diikuti oleh teknologi budidaya yang diterapkan.

Penelitian desertasi (Atjo tahun 2004) menyimpulkan bahwa keberhasilan budidaya udang (windu) yang datanya diolah menggunakan instrumen SEM (structural equation model), sebesar 63 persen dipengaruhi oleh kualitas benih. Selebihnya 37 persen pengaruh teknologi budidaya dan faktor lainnya.

Baca Juga: Paradigma Baru Peningkatan Produksi Udang Berdaya Saing Global

Teknologi budidaya udang di Indonesia yang dilakukan oleh pekaku usaha saat ini sangat berkembang pesat, mengikuti trend teknologi dunia. Sedang teknologi memproduksi induk udang, hatchery dan teknologi memproduksi pakan hidup (cacing) untuk induk udang kurang berkembang.

Berkaitan dengan informasi itu disarankan lembaga riset dan perguruan tinggi kiranya bisa melakukan riset yang mirip dilakukan Atjo pada sentra produksi udang vaname yang saat ini mendominasi usaha budidaya.

Informasi ini sangat diperlukan untuk menyusun satu strategi terhadap upaya peningkatan produksi udang nasional bagi negara kepulauan terbesar bergaris pantai hampir 100.000 km ini, atau sekitar 40 kali garis pantai Ekuador yang pada saat ini menjadi penghasil udang terbesar dunia.

Sebagai informasi bahwa hasil uji laboratorium terhadap benih yang diproduksi oleh hatchery terdeteksi telah terkontaminasi oleh virus maupun bakteri yang jumlahnya masuk kategori lampu "kuning " sebagai alarm waspada.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Icam Djuhri

Tags

Rekomendasi

Terkini

X