Melalui pendekatan seperti itu diharapkan semua bergerak, dan terbangun rasa memiliki akan program tersebut yang bisa mengurangi impor pangan sekaligus mengurangi angka kemiskinan, menyerap tenaga kerja serta upaya pemerataan pertumbuhan antar sektor yang jomplang karena pemgaruh sektor tambang dan industri pengolahannya.
Baca Juga: Perlu Roadmap untuk Menjadi Penyangga IKN
Apalagi target Indonesia Emas tahun 2045 bahwa pendapatan perkapita masyarakat sekitar US$ 30.000, meningkat dari US$ 5.000 tahun 2024. Dan ini memerlukan kerja keras yang terstruktur dan terukur guna mengeksploitasi sumberdaya yang hebat termasuk pangan agar berkelanjutan.
Kendali penerapan filosofi itu tentunya berada pada Presiden untuk PSN (program strategis nasional), dan Gubernur untuk progran strategis Provinsi serta Bupati/Walikota untuk program strategis Kabupaten/Kota.
Secara teknis swasembada pangan itu bisa dicapai melalui dua pendekatan, dan dijalankan secara paralel. Pertama adalah Intensifikasi (Peningkatan Produktifitas dan Nilai). Dan kedua upaya ekstensifikasi (perluasan areal, membuka lahan baru).
Intensifikasi sudah tentu harus diarahkan pada wilayah yang ketersedian lahannya sangat terbatas, memiliki dukungan infrastruktur yang menunjang dan kesiapan SDM termasuk tenaga pendamping (PPL) yang apdate, adaptif dan inovatif.
Sedangkan ekstensifikasi lebih didorong pada wilayah dengan lahan masih tersedia, potensi air dan iklim yang menunjang serta menerapkan mekanisasi menggantikan cara-cara lama yang konvensional dan terbukti harus terkoreksi dari beberapa program sebelumnya.
Kedua pendekatan itu harus dikerjakan dengan cara cara baru, modern, terstruktur dan terukur agar efisiensi maupun efektifitas bisa dicapai. Tidak kemudian swasembada bisa dicapai, akan tetapi HPP (harga pokok produksi) tidak bersaing sehingga mengemuka alasan bahwa diperlukan impor lagi.
Pemanfaatan inovasi teknologi seperti Peta yang berbasis GIS (Geospatial Information System), maupun penerapan sistem produksi pangan yang menggunakan smart digital mekanisasi menjadi salah satu pilihan.
Baca Juga: Temukan Dugaan Kecurangan Pilkada Morowali 2024, Tim Hukum PASTI Minta PSU
Peta GIS bermanfaat dalam menyusun perencanaan dan keputusan serta pengendalian maupun evaluasi program ini. Tersedia sejumlah menu yang bisa diakses dari mana dan oleh siapa saja.
Menu tersebut mulai luas areal pertanian dalam satu wilayah. Kondisi infrastruktur, cuaca dan iklim, jumlah kelompok tani, jumlah tenaga pendamping hingga permasalahan yang dihadapi. Boleh dikatakan semua data yang diinput pada peta GIS dapat diakses.
Pelaksanaan proses produksi sampai dengan proses panen juga harus menerapkan Smart digital mekanisasi. Olah lahan dengan mekanisasi otomatis memberi info secara digital terkait kondisi lahan maupun kebutuhan pupuk dan kapur
Proses penyemprotan untuk pemupukan dan pengendalian hama penyakit tidak lagi secara manual, tetapi menggunakan pesawat drone yang cepat dan lebih efisien serta terukur.
Terakhir, bahwa pada setiap daerah perlu ada percontohan atau role model tentang upaya mewujudkan swasembada pangan yang telah dirancang berbasis peta GIS dan smart digital mekanisasi agar proses koordinasi, sinkronisasi dan implementasi program bisa dilakukan secara cepat dan mudah. (*)