Menurut data bersumber dari Erwin Termaat (analyst Kantoli Consultant Equador) bahwa udang yang beredar mengisi pasar dunia pada tahun 2024 diprediksi antara 5,7 - 6,1 juta ton.
Sementara itu pada tahun 2023 jumlahnya sebesar 5,3 juta ton dan nilainya sekitar 25 miliar USD. Equador berkontribusi paling tinggi yaitu sekitar 6,6 miliar USD, kemudian India hampir 5 miliar USD, Vietnam mendekati 4 miliar USD serta Indonesia sekitar 1,9 milyar USD.
Sejumlah pihak mengatakan laju peningkatan produksi udang global lebih cepat bila dibandingkan dengan laju peningkatan kebutuhan. Dan diperkirakan masih sekitar 1 - 1,2 juta ton lagi kebutuhan yang diperebutkan sejumlah negara produsen.
Baca Juga: Paradigma Baru Peningkatan Produksi Udang Berdaya Saing Global
Equador yang pada saat ini menjadi penghasil udang terbesar, juga pernah terpuruk karena serangan penyakit jenis virus taura dan white spote. Puncaknya pada tahun 2000, produksinya anjlok hingga ke titik nadir tinggal 70 ribuan ton.
Setelah itu mereka bisa bangkit lagi dengan sejumlah strategi, diantaranya;
Pertama, program improvement pgenetic yang kini telah sukses dengan lahirnya industri induk (broodstock) dikelola swasta memproduksi induk udang bebas penyakit (SPF, spesific phatogen free) dengan tiga line genetik fast growth, resistant dan balanced. Kondisi seperti ini memberi pilihan benih yang disesuaikan dengan lingkungan budidaya.
Negaranya tidak membolehkan mengimpor induk karena bisa menjadi pintu masuk penyakit dari luar. Ekspor induk udang diperbolehkan karena sebagai sumber devisa. Ini menjadi pembeda dengan Indonesia yang masih mengimpor induk hampir 90 persen dari Hawai dan Florida.
Kedua, membatasi teknologi maksimal semi intensif dengan padat tebar antara 5 - 20 ekor per meter persegi, memakai benih hasil nursery 15 - 30 hari. Cara seperti ini kemudian dapat meningkatkan produksi antara 10 - 25 ton/ha/ tahun karena bisa panen 3 - 4 kali.
Ketiga, menggunakan pakan fungsional pada waktu tertentu untuk tujuan meningkatkan immun (daya tahan) maupun growth (laju pertumbuhan) yang telah masif dan menjadi SOP (standar operasional prosedur).
Keempat, telah menggunakan teknologi berbasis sensor menggerakkan autofeeder yang pada umumnya berbasis timer. Selain itu juga menggerakkan kincir air untuk menjaga ketersediaan oksigen. Penggunaan teknologi ini bisa meningkatkan efisiensi.
Kelima, Pemerintah Equador secara penuh memainkan perannya sebagai regulator. Mulai bisnis input produksi (industri broodstock, hatchery, pakan, nursery, growout hingga kepada prosessing).
Baca Juga: Budidaya Ikan Nila Strategis dalam Penyediaan Protein dan Membuka Lapangan Kerja
Keenam, pengelolaan tambak dilaksanakan berdasarkan kemitraan dengan masyarakat setempat. Satu perusahaan dengan pola seperti itu dalam satu tahun bisa berproduksi antara 160 hingga 200 ribu ton dengan bisnis integrasi hulu dan hilir.
Selain persoalan penyakit yang belum reda, daya saing kita kalah dari sejumlah kompetitor. HPP (harga pokok penjualan) bisnis udang kita lebih tinggi 0.7 USD/kg dari Equador, 0.5 USD dari India serta 0.3 USD dari Vietnam.
Ditengerai tingkat keberhasilan budidaya dan mutu udang yang rendah serta ongkos logistik yang mahal, antara lain pabrik input produksi dan prosessing terpusat di Pulau tertentu jadi salah satu sebab.