Oleh: Azman Asgar
Peristiwa Agustus beberapa bulan lalu menjadi luka sekaligus tonggak sejarah gerakan anak muda di abad Post-Milenial. Beberapa media menyebutnya sebagai ‘Asian Spring’. Sebuah gerakan kebangkitan Gen Z Asia Tenggara menentang elit politik.
Menteri dan anggota perwakilan rakyat ikut menjadi target kemarahan anak-anak muda. Rumah pribadi jadi sasaran penjarahan. Ini bukan aksi biasa, lebih kepada _Urban Riots_. Di mana aksi kekerasan, penjarahan, atau perusakan sebagai bentuk ekspresi frustrasi terhadap ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan politik.
Tidak hanya di Indonesia, puncak paling populer gerakan ‘NepoKids’ Nepal juga ditulis sebagai sejarah perubahan paling fenomenal di Negeri Land of the Himalayas itu.
Baca Juga: Rakorwil Gema Bangsa Sulteng, Atha Mahmud : Desentralisasi Politik Bukan Omon-omon
Gerakan NepoKids Nepal tidak hanya mendelegitimasi peran Negara, bahkan meruntuhkan kekuasaan yang dibangun Ram Chandra Poudel dalam sekejap. Menariknya, gerakan anak-anak muda di sana telah mempersiapkan kepemimpinan alternatif di masa transisi pemerintahan. Seorang mantan Mahkamah Agung, Sushila Karki di pilih oleh anak-anak muda Nepal.
Skema Revolusi ‘menjebol lalu membangun’ itu justru menutup ruang kediktatoran militer mengambil alih pemerintahan Nepal. Itu artinya, gerakan NepoKids benar-benar melek terhadap sejarah gerakan perubahan dunia.
Dari Indonesia Gelap Hingga Penuntasan Reformasi
Jauh sebelum peristiwa Agustus meletus, Indonesia di ambang kecemasan akibat penyesuaian kebijakan yang berdampak signifikan pada kepentingan publik. Belum lagi aksi penindasan terhadap Band Punk Suka Tani asal Purbalingga yang justru menyulut emosi publik terhadap cara negara merawat demokrasi.
Baca Juga: Ahmad Rofiq Tegaskan Kehadiran Gema Bangsa Wujud Antitesis Politik Sentralistik
Protes Indonesia gelap merupakan cerminan realitas yang tengah dihadapi anak-anak muda Gen Z Indonesia. Bagi anak-anak muda, Negara tidak lagi melayani kepentingan mereka, melainkan dimanipulasi oleh sekelompok elit bisnis yang mempunyai akses terhadap kekuasaan.
Praktik _State Caputre_ seperti itu tidak memberi jaminan masa depan bagi anak-anak muda selain kemunculan kaum Serakahnomics baru di Indonesia. Itu sebab wajah pengambil kebijakan politik kita dari pusat hingga daerah tidak pernah mengalami perubahan bentuk, masih terkonsentrasi dalam lingkaran elit dan sanak keluarganya.
Beruntungnya, Presiden Prabowo cepat merespon gerakan anak muda ini kedalam bentuk kebijakan evaluasi pemerintahan. Salah satunya reformasi institusi Kepolisian RI. Meski belum menyentuh secara keseluruhan problem bangsa, respon Prabowo terhadap isu publik terbilang cepat.
Baca Juga: Ketua Gema Bangsa Sulteng Dukung Guru Tua Ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional
Di gedung parlemen, tunjangan gaji DPR batal diberlakukan. Larangan flexing mulai diterapkan kepada semua anggota DPR/MPR RI. Gerakan Agustus yang dipelopori anak-anak muda Gen Z mampu menemukan bentuknya dalam memberi penyadaran kepada elit politik kita. Bagaimanapun, gerakan Agustus merupakan capaian perubahan yang akan terus diingat sebagai gerakan yang dipelopori anak-anak muda Gen Z Indonesia.