TOTAL: 622. 628 RIBU
BAHAGIA YANG INSTAN
Dikenal dengan Paradox of Happiness. Iris Mauss, seorang profesor University Of California yang mulai mengenalkan ke dunia istilah itu. Sebuah bahagia yang semu. Sebuah celebrating yang menutupi ketudakbahagiaan itu sendiri. Seolah olah bahagia, itu kata senior saya di Warkop Sudimari 2, Jalan Masjid Raya Palu yang dikenal ‘kandang tujuh jantung’ ngopi di sana.
Baca Juga: 622 Ribu atau 27,6 Persen Warga Sulteng Tidak Memilih di Pilkada 2024
Kita dengan sadar, dengan hati yang tenang dan ikhlas menonton dan menyaksikan dugaan demi dugaan permainan oknum polisi, oknum ASN level eselon paling tinggi, eselon dua hingga oknum penjabat sementara masuk dalam konspirasi yang viral disebut Parcok, oleh beberapa media baik Tempo, dan lain - lain. Partai Coklat. Ribut ramai dan riuh di platform sosmed Tik Tok.
Paradox of happiness sedang terjadi di cawan politik Negeri Seribu Megalit. Sebuah bahagia semu. Pilkada yang dituju hanya kemenangan (bahagia) saja. Golnya pokoknya menang. Lupa hakekat bahagia.
Apa salah di Pilkada tujuannya menang (bahagia). Tidak. Event politik golnya berkuasa dengan cara menang. Tapi, apa iya dengan berfokus saja pada kemenangan akan memperoleh kebahagiaan sang pemimpin. Tidak ada jaminan. Karena happy yang paradoks.
Baca Juga: Rekapitulasi Suara Pilkada Tingkat PPK di Morut Tuntas Awal Desember
Kita semua pasti merasakan highlight. Di sosial media banyak contohnya. Di politik pun sama. Pasti akan ada yang mengalami Highlight. Tidak terjadi setiap hari. Semua orang akan memiliki tujuan bahagia yang sama tapi berbeda - beda. Di Pilkada Sulteng juga demikian.
Saya ingat pesan, tokoh, guru dan pimpinan Haji Rusdy Mastura. ‘’Selalu Tenang. Jangan Dendam, Fokus Kemana Tujuan. Itu sejatinya politik Dek,’’ ujarnya suatu kesempatan kita sedang duduk berdua. ***