Gangguan kecemasan sosial melibatkan ketakutan berlebih terhadap situasi sosial, seperti takut pada keramaian. Parahnya gangguan kecemasan sosial ini, dapat membuat seseorang merasa malu dan lebih memilih menyendiri.
3. Post-traumatic stress disorder (PTSD) atau gangguan stres pasca trauma.
PTSD berkembang setelah menyaksikan atau mengalami sesuatu yang traumatis. Gejala dapat muncul segera atau tertunda selama bertahun-tahun.
Gangguan stres pasca trauma pada umumnya dialami mereka yang memiliki trauma, seperti perang, bencana alam atau serangan fisik. .
4. Obsessive-compulsive disorder (OCD) atau gangguan obsesif-kompulsif.
Orang dengan OCD mungkin merasa terbebani dengan keinginan untuk melakukan ritual tertentu (kompulsi) berulang kali, atau mengalami pikiran yang mengganggu dan tidak diinginkan yang dapat menyusahkan (obsesi).
Kompulsi yang umum termasuk kebiasaan mencuci tangan, menghitung atau memeriksa sesuatu secara berulang-ulang.
5. Fobia.
Fobia tersebut antara lain takut akan ruangan sempit (claustrophobia) atau takut akan ketinggian (acrophobia).
6. Panic disorder atau gangguan panik.
Gangguan panik biasanya ada perasaan cemas, seperti ada teror atau malapetaka yang akan datang secara spontan. Gejala fisiknya antara lain jantung berdebar-debar, nyeri dada dan sesak napas.
Serangan ini bisa terjadi kapan saja. Kecemasan dan serangan panik jangka panjang dapat menyebabkan otak melepaskan hormon stres secara teratur. Hal ini dapat meningkatkan frekuensi gejala, seperti sakit kepala, pusing dan depresi.
Saat merasa cemas dan stres, otak akan dibajiri hormon dan bahan kimia yang dirancang untuk membantu merespons suatu ancaman, contohnya hormon adrenalin dan kortisol.
Paparan hormon stres dalam jangka panjang bisa lebih berbahaya bagi kesehatan fisik. Misalnya, paparan kortisol dalam jangka panjang dapat menyebabkan penambahan berat badan.
Kecemasan kronis juga dapat mempengaruhi beberapa fungsi sistem saraf seperti :
