Mantan Kadis Capil ini mengaku Direktur CV MMP Mardiana pernah mendatangi dirinya menawarkan nota kesepahaman terkait pengadaan alat TTG. Namun Abraham meminta waktu untuk mempelajari isi nota kesepahaman tersebut.
Sedikitnya, tiga kali Mardiana mendatangi dirinya. Idealnya, lanjut Abraham, MoU dulu yang di Wakili Dinas PMD baru di terjemahkan kedalam PKS, karena penggunaan DD adalah kewenangan desa.
Karena belum bersedia melakukan nota kesepahaman dengan CV. MMP, Abraham menuturkan, Bupati Kasman Lassa lalu bertanya ke Mardiana selaku Direktur CV. MMP. Mardiana menjawab bahwa Kadis PMD belum bersedia membuat nota kesepahaman.
Bupati Kasman Lassa kemudian mengeluarkan disposisi atas permohonan pihak dari Mardiana.
“Disposisi itu sudah perintah proses permohonan CV MMP. Tidak ada lagi disebutkan teliti, pelajari, laporkan. Tegas disitu, proses. Kalau sudah begini kita sebagai staf laksanakan, perintah, saya tanda tangan MoU,” bebernya.
Menurut Abraham dia tidak mengetahui siapa yang menyusun draf MoU tiba-tiba diminta untuk menandatangani. Dari keterangan yang ia terima bahwa DB Lubis lah yang menyusun draft MoU saat ia masih menjabat sebagai Kabag Hukum.
Abraham mengira biaya pengadaan alat TTG akan masuk dalam Daftar Penggunaan Anggran (DPA) Dinas PMD, namun ternyata menggunakan DD.
“Karena ada disposisi bupati, ada PKS pengadaan alat TTG antara Mardiana dan pihak desa, ada MoU, akhirnya saya tanda tanganlah MoU itu, karena saya pikir ini akan dianggarakan di dinas PMD, dananya masuk dalam DPA PMD, tapi pada akhirnya menggunakan DD. Itu kan tidak boleh sebab diatur dalam UU nomor 6 tentang desa".
"Setelah ada temuan dari BPK dalam pengadaan peralatan TTG, nama saya diseret-seret ikut bertanggungjawab. Apa yang saya lakukan hanya berdasarkan perintah Bupati Donggala, Kasman Lassa, melalui disposisi,” sebutnya. ***
(Ahmad Muhsin/Metrosulteng)