METRO SULTENG - Bak gayung bersambut. Setelah anggota DPR-RI Ahmad M Ali menyoroti kinerja Polda Sulawesi Tengah dalam penanganan kasus korupsi, kini giliran anggota DPD-RI Abdul Rachman Thaha angkat bicara.
Kepada media ini Sabtu pagi (1/10/2022), anggota DPD-RI dari dapil Sulawesi Tengah ini mengungkapkan, penanganan beberapa kasus korupsi di Polda Sulteng terkesan jalan di tempat. Sementara di sisi lain, ada juga kasus korupsi yang terkesan seperti dipaksakan.
Baca Juga: Dugaan Korupsi di Donggala, Ahmad Ali Senggol Kapolda Sulteng
"Hal-hal seperti inilah yang harus disikapi. Jangan lantas kasus korupsi harusnya maju dalam tahapan penyidikan, bahkan sampai ke penuntutan, malah seperti ditahan-tahan. Ada apa dengan Polda Sulteng? Kapolri harus tahu ini. Perlu ada evaluasi dari Mabes Polri,"kritik senator yang akrab disapa ART ini.
Penanganan kasus korupsi di Polda Sulteng yang tidak terpenuhi unsurnya, ujar ART, jangan sekali-kali dipaksakan hingga ke tingkat penyidikan. Hal ini pasti menjadi tanda tanya di masyarakat. Apakah titipan, atau by order.
Baca Juga: Gila! Aliran Dugaan Suap TTG dan Website Desa Pemda Donggala Mencapai Rp 1,5 Miliar
"Saya sebagai orang yang paham keilmuan hukum, merasa miris melihat perilaku oknum aparat penegak hukum (APH) seperti ini, khususnya polisi. Kok bisa memainkan peranannya hanya untuk mengelabui penegakan hukum,"ungkap pria kelaharin Kota Palu, 17 September 1979 ini.
Sebagai perwakilan daerah di Senayan, ART menegaskan bahwa dirinya tidak akan tinggal diam. Apalagi ini merupakan fungsi pengawasan Undang-Undang.
Baca Juga: Diduga Terima Suap Proyek TTG dan Website Rp 405 Juta, Ini Sosok Bupati Bergelar Kanjeng dari Sulawesi
"Hentikan sudah cara-cara seperti ini. Contohnya dalam penyelamatan keuangan negara. Jika dalam proses penggunaan keuangan negara ada suatu temuan, mekanismenya adalah pengembalian ke kas negara. Apalagi sifatnya atas dasar temuan administrasi BPK-RI, maka dilakukan pengembalian. Bukan malah pihak APH langsung masuk melakukan lidik dan lanjut ke penyidikan,"sesal anggota Komite I DPD-RI ini.
Cara-cara penanganan kasus seperti itu, menurut ART, masih terjadi di Sulteng. Hal ini sangat mencederai wajah hukum. Lebih tragisnya lagi mencoreng nama lembaga. Bukan seperti itu aturan mainnya.
"Jika ada temuan BPK, maka diberi kesempatan bagi pihak bersangkutan selama 60 hari untuk mengembalikan. Ada ruang solusi bagi pengguna anggaran. Polisi tidak langsung nyerocos melakukan lidik dan sidik,"ujarnya mengingatkan.
Baca Juga: Anwar Hafid Gandeng ART Maju Pilgub Sulteng 2024?
Ditanya wartawan apa pemicu sehingga polisi berbuat demikian, ART mengungkapkan, terkadang ada kongkalikong antara para pihak. Bahkan, jika penyidiknya tidak sejalan dengan pimpinan atau sebaliknya.
Jika penyidik tidak mau menjalankan perintah atasan, maka siap-siap bawahan jadi korban. Seperti dimutasi, demosi, atau sejenisnya.
Baca Juga: Senator ART Dorong Revisi UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
"Model pimpinan atau kepemimpinan seperti inilah yang harus dipangkas. Harus dibersihkan pakai sapu bersih, jangan pakai sapu kotor. Banyak kasus yang belum terselesaikan di Sulawesi Tengah. Seperti kasus di Kabupaten Donggala, Banggai Laut, dan Bangkep,"tutup ART menyinggung data dan laporan masyarakat yang ia terima. ***