METRO SULTENG - Sudah 50 hari kasus Irjen Ferdy Sambo bergulir, sejak inside penembakan terhadap Brigadir J di Rumah Dinas Duren Tiga pada 8 Juli 2022. Kasus ini sempat diwarnai tragedi, drama, intrik hingga akhirnya terang benderang setelah Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo membentuk Tim Khusus guna mengungkap kasus tersebut.
Saat ini kasus Sambo baru masuk tahap Sidang Komisi Etik Profesi Polri (KEPP) yang memutuskan Pemberhentikan dengan Tidak Hormat (PDTH) Irjen Pol Ferdy Sambo dari institusi Polri. Putusan tersebut dijatuhkan pada Jumat (26/8/2022) dini hari.
Baca Juga: Rayakan 64 Tahun SMA I Palu, Sekolah Terbaik Lahirkan Alumni Gubernur Sulteng
Pemberhentian atau pemecatan diputuskan lantaran mantan Kadiv Propam Polri ini dinyatakan telah melakukan pelanggaran berat terkait kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
"Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Polri," tegas Kabaintelkam Polri Komjen Ahmad Dofiri selaku pimpinan sidang saat membacakan putusan di Gedung Transnational Crime Center (TNCC) Mabes Polri, Jakarta Selatan.
Keputusan pemecatan Ferdy Sambo sendiri diumumkan setelah komisi etik melakukan pemeriksaan maraton kurang lebih 16 jam. Dalam sidang ini setidaknya diperiksa 15 saksi.
Dari kesaksian belasan orang itu terungkap peran Ferdy Sambo mulai merekayasa kasus, obstruction of justice hingga menghalangi penyidikan terkait pembunuhan Brigadir J.
Baca Juga: Penyanyi Cilik Farel Prayoga Kaya Mendadak, Bisa Bangun Rumah dan Beli Mobil Untuk Orang Tua
Ferdy Sambo Akui Tuduhan Terhadapnya
Irjen Pol Ferdy Sambo mengakui seluruh tuduhan yang diarahkan kepadanya dalam Sidang Komisi Etik Profesi Polri (KEPP). Para saksi juga mengakui seluruh perbuatan masing-masing peran yang dilakukan.
Dari 15 saksi yang dibagi menjadi tiga klaster, pertama 3 orang terkait peristiwa penembakan Brigadir J di TKP Duren Tiga, yakni Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf.
Baca Juga: Operasi Tempat Hiburan Malam, Polres Morowali Amankan Puluhan Kantong Cap Tikus
Klaster kedua, ada 5 orang saksi yakni terkait obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan, yaitu ketidakprofesionalan dalam olah TKP. Sedangkan klaster ketiga, juga obstruction of justice yakni merusak atau menghilangkan barang bukti berupa CCTV.
"Pelanggar juga sama, Irjen FS tidak menolak apa yang disampaikan oleh para saksi tersebut," ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo.
"Artinya, bahwa perbuatan tersebut betul adanya. Mulai dari merekayasa kasus, menghilangkan barang bukti dan menghalang-halangi dalam proses penyidikan," sambunnya.