hukum-kriminal

EKOHARI Desak Evaluasi PT Hengjaya Mineralindo atas Dugaan Pelanggaran Sosial dan Ekologis

Selasa, 18 November 2025 | 14:07 WIB
Banner: logo ecohari (Ist)

METROSULTENG — Ekologi dan Hak Asasi Rakyat Morowali (EKOHARI) kembali melayangkan kritik keras terhadap PT Hengjaya Mineralindo, perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kecamatan Bungku Pesisir dan Bahodopi. Sahril, anggota EKOHARI, menyebut perusahaan gagal memenuhi komitmen sosial dan ekologis yang semestinya dijalankan sebagai korporasi yang beroperasi di wilayah masyarakat adat dan petani lokal.

Menurut Sahril, persoalan utama yang belum diselesaikan PT Hengjaya adalah konflik lahan dan hak atas tanam tumbuh warga yang telah berlangsung bertahun-tahun. Alih-alih mencari solusi, ia menilai perusahaan justru menggunakan pendekatan represif.
“Saya melihat PT Hengjaya tidak menjalankan tanggung jawab moral dan hukum secara utuh. Warga justru mengalami intimidasi hingga penangkapan dengan tuduhan menghalangi jalan holding, padahal mereka hanya menuntut haknya,” ujarnya.

Dampak Lingkungan Dinilai Makin Parah

Selain konflik sosial, EKOHARI juga menyoroti dampak ekologis yang ditimbulkan aktivitas tambang. Warga di lingkar industri mengeluhkan pencemaran sungai, rusaknya lahan produktif, serta terganggunya ekosistem lokal.
Meski perusahaan mengklaim telah mengikuti prosedur hukum dan memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), Sahril menilai terdapat ketimpangan besar antara legalitas administratif dan kondisi nyata di lapangan.

Baca Juga: Dampak IMIP di Bahodopi: Wirausaha Lokal Bermunculan, Omzet Meningkat Tajam

Ia juga mempertanyakan transparansi perusahaan terkait luas IPPKH. “Tidak adanya kejelasan memicu konflik kepentingan antara perusahaan yang fokus mengejar produksi dan masyarakat yang bergantung pada lahan untuk hidup,” tegasnya.

Rencana Peningkatan Produksi Ditolak Warga

Isu lain yang mendapat sorotan adalah rencana PT Hengjaya meningkatkan produksi dari 9 juta ton menjadi 20 juta ton. Rencana ini mendapat penolakan dari masyarakat dan pemerintah desa dalam musyawarah sebelumnya, sebab persoalan tanam tumbuh belum diselesaikan.
“Namun penolakan itu tidak diindahkan. Perusahaan melanjutkan proyek seolah-olah tidak ada keberatan dari warga,” kata Sahril.

Pemberdayaan Masyarakat Dinilai Tidak Merata

Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) PT Hengjaya juga dianggap timpang. Distribusinya dinilai tidak merata dan hanya menguntungkan kelompok tertentu. Masyarakat meminta agar PPM dikembalikan ke sistem royalti agar manfaatnya bisa dirasakan lebih luas.

Baca Juga: Program Prabowo Tak Boleh Gagal di Touna, Ilham Lawidu Beberkan Masalah Serius di Lapangan

Selain itu, upaya pemberdayaan pengusaha lokal sebagai penyedia kebutuhan dasar perusahaan belum berjalan optimal. Hingga kini masyarakat lokal belum mendapat ruang signifikan dalam rantai pasok perusahaan.

Desakan Evaluasi Menyeluruh

Atas berbagai persoalan itu, EKOHARI mendesak pemerintah daerah hingga pusat melakukan evaluasi menyeluruh terhadap operasional PT Hengjaya Mineralindo. Menurut Sahril, penghargaan yang diterima perusahaan tidak boleh menutupi potensi pelanggaran sosial dan kerusakan lingkungan di lapangan.

“Investasi harus berpihak pada keadilan sosial dan ekologis. Jangan biarkan perusahaan terus beroperasi tanpa moral dan tanggung jawab terhadap rakyat dan alam Morowali,” tutupnya. (*)

Tags

Terkini