hukum-kriminal

Tidak Ada Petani Sawit yang Dipolisikan Perusahaan Sawit PT ANA di Morut

Jumat, 28 Maret 2025 | 09:56 WIB
Pegiat hukum dan pemerhati sosial, Moh Falar Anwar. (Foto: Ist).

METRO SULTENG – Pegiat hukum dan pemerhati sosial, Moh Falar Anwar, menegaskan bahwa tindakan para klaimer memanen buah sawit di perusahaan perkebunan kelapa sawit, merupakan tindakan yang melanggar hukum. Seperti kejadian beberapa tahun terakhir ini di PT Agro Nusa Abadi (ANA), Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Tindakan para klaimer yang memanen buah sawit yang ditanam perusahaan semakin marak.

“Tidak ada petani sawit yang dipolisikan PT ANA,” kata Moh Falar Anwar. “Itu harus diluruskan,” kata aktivis pejuang hukum ini menegaskan dihubungi Kamis (27/3/2025) sore.

Menurut Falar, penyebutan para klaimer yang berseteru dengan PT ANA menggunakan istilah “petani sawit” juga tidak tepat. Sebab, sepengetahuannya, seluruh tanaman sawit di wilayah yang dituntut oknum masyarakat merupakan hasil pembibitan dan penanaman yang dilakukan PT ANA sebagai perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Baca Juga: PT ANA Kebut Penyelesaian HGU di Tengah Aksi Sepihak Klaimer

Karena oknum-oknum klaimer lahan memaksa masuk kebun dan memanen buah dari pohon-pohon sawit, mereka ditangkap. Tindakan yang merugikan perusahaan itu dibawa ke ranah hukum.

Dua orang pekerja PT ANA saat berada di kebun sawit.(foto: ist)
Sepengetahuan Falar, tidak tepat ada penyematan petani sawit bagi warga Morowali Utara yang berseteru dengan PT ANA. Penggunaan kata petani sawit dalam masalah ini sebaiknya tidak lagi dipakai.

Menurutnya, oknum masyarakat yang dipolisikan adalah mereka yang mengklaim kepemilikan lahan. Secara hukum, tindakan mereka mengambil buah sawit melanggar Pasal 362 jo 363 KUHP, yang menyatakan siapapun yang hendak menguasai barang milik orang lain dengan cara melawan hukum dapat dijerat pidana.

“Dalam pasal itu disebutkan ada unsur ‘hak’ yang harus dibuktikan. Jika memang masyarakat merasa berhak atas lahan sawit tersebut, mana bukti dan dalil hukumnya? Jangan hanya menggugat tanah, lalu kemudian mengambil buah sawitnya,” tegasnya.

Baca Juga: Petani Sawit Plasma di Morut Keluhkan Tindakan para Klaimer Lahan PT ANA

Falar juga menyoroti peran Eva Bande yang dulunya mengadvokasi masalah ini. Sekarang Eva Bande menjadi Ketua Satgas penyelesaian konflik agraria di Sulteng.

Advokasi yang dilakukan Eva Bande dan kawan-kawan, menurut Falar harusnya lebih mengedukasi masyarakat terutama para klaimer lahan. Supaya masyarakat memahami bahwa perjuangan hukum dan tindakan melawan hukum, adalah dua hal yang berbeda.

“Perjuangan hak harus dilakukan dengan cara yang benar. Jika hak sudah terbukti, maka seseorang tidak akan dicap sebagai pencuri. Jangan mengambil sawit sebelum hak atas tanah itu terbukti dulu. Edukasi-edukasi seperti ini yang harus diberikan ke masyarakat," kritiknya.

Ia juga mengingatkan bahwa pencurian buah sawit bukanlah bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat, melainkan bentuk penegakkan supremasi hukum. Ada dua aspek yang harus dibedakan dalam kasus ini, yaitu klaim kepemilikan tanah dan kepemilikan tanaman.

Baca Juga: Aksi Klaimer Sepihak Lahan Sawit di Morowali Utara Makin Meresahkan Warga

“Jangan sampai Hak Guna Usaha (HGU) PT ANA dijadikan isu konfrontasi agar masyarakat bisa masuk dan memanen sawit perusahaan. Berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tanah yang ingin didaftarkan harus dibuktikan terlebih dahulu eksistensi penguasaan dan pemanfaatannya selama 20 tahun,” jelasnya.

Halaman:

Tags

Terkini