METRO SULTENG – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah mengungkap hasil investigasi mereka terkait dugaan penambangan emas tanpa izin atau PETI yang dilakukan secara masif di wilayah Kontrak Karya PT CPM di Kelurahan Poboya, Kota Palu.
Investigasi JATAM kurang lebih setahun, mulai Januari hingga November 2024. Aktivitas dugaan penambangan emas ilegal disebut melibatkan PT Adijaya Karya Makmur (AKM). Perusahaan ini disebut-sebut mulai menambang di wilayah konsesi PT CPM di Poboya sejak 2018.
“Investigasi kami yang berlangsung Januari hingga November 2024, menemukan bahwa PT AKM beroperasi tanpa legalitas di kawasan Pegunungan Vatutempa, Poboya,” kata Koordinator JATAM Sulteng, Moh. Tauhid, Minggu (15/12/2024) dikutip dari mediaalkhairaat.id.
Baca Juga: CV Rezky Utama di Morut Menambang di Luar IUP? Warda: Turun Lokasi Saja, Lalu Ukur
Diketahui, PT AKM merupakan kontraktor PT CPM. Direktur Utama PT AKM bernama Adi Gunawan alias Ko Lim. Sebagai kontraktor,
perusaahan hanya bisa mengangkut dan mengumpulkan material emas, bukan menambang.
Tauhid menjelaskan, lahan yang dibuka akibat aktivitas ini mencapai 33,5 hektare, dengan total material yang diambil mencapai 5 juta ton.
Metode penambangan yang dilakukan PT AKM dengan cara mengupas gunung atau teknik terasering. Penambangan dilakukan menggunakan alat berat, termasuk 15 unit ekskavator.
"Material yang ditambang PT AKM, dikumpulkan sebelum diangkut ke dua lokasi perendaman yang berjarak 1–2 km dari area penambangan," beber Tauhid soal investigasi JATAM.
Lokasi perendaman pertama mencakup lahan seluas 17 hektar dengan 9 petak perendaman. Sementara lokasi kedua memiliki 4 petak di lahan 4,6 hektar.
Setiap petak perendaman menampung hingga 12.000 ton material. Proses perendaman berlangsung selama tiga bulan, dengan menggunakan air bercampur sianida untuk melarutkan emas.
Setelah proses selesai, air berisi campuran sianida dialirkan ke tempat penampungan sebelum diproses lebih lanjut menggunakan karbon aktif untuk memisahkan endapan emas.
EMAS DIJUAL KE JAKARTA
Endapan yang dihasilkan kemudian dilebur menjadi emas batangan, bertempat di sebuah rumah di Kelurahan Kawatuna, Kota Palu.
"Proses peleburan ini pernah menuai protes warga karena baunya cukup menyengat,” ungkap Tauhid.