METRO SULTENG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah telah menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai dugaan ketidakbecusan proyek pengolahan dan pengembangan sistem air limbah (pembuatan jamban) di Kabupaten Tojo Una-Una, Provinsi Sulawesi Tengah.
Pekerjaan proyek tahun 2021 tersebut diduga beraroma korupsi. Total anggarannya mencapai Rp22 miliar, terdiri dari Rp20 miliar DAK dan Rp2 miliar DAU. Proyek ini melekat di Dinas PUPR Kabupaten Tojo Una-Una (Touna).
Data yang dikumpulkan Metrosulteng.com di kantor Kejati Sulteng pada Senin siang (25/3/2024), penanganan kasus ini sudah tahap penyelidikan. Sejumlah pihak telah dipanggil oleh Tim Pidsus Kejati untuk dimintai keterangan.
Baca Juga: Gubernur Pastikan Kesiapan
Pelabuhan Wani yang Akan Diresmikan Presiden Jokowi
"PPK proyek berinisial AF sudah diperiksa. Saat ini, giliran ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) di wilayah Tojo Una-Una yang dipanggil untuk dimintai keterangan," ujar sumber media ini di Kejati.
Ketua KSM diperiksa selama dua hari, yaitu Senin hingga Selasa (25-26 Maret 2024), mengingat peran KSM sebagai pengelola proyek.
Namun, terdapat keanehan dimana peran KSM desa tidak berfungsi sepenuhnya. KSM diduga hanya dimanfaatkan, karena semua dokumen, bahkan buku rekening bank KSM, dipegang oleh tenaga fasilitator (pendamping) proyek tersebut.
"Pengurus KSM diajak ke bank untuk menandatangani slip penarikan uang. Namun, semua uangnya justru dipegang oleh tenaga fasilitator. Yang membelanjakan serta membayar upah tukang, semuanya dilakukan oleh tenaga fasilitator," kata sumber di Kejati.
Bahkan, media ini mendapat bocoran surat pernyataan yang dibuat oleh ketua KSM Desa Bantuga Kecamatan Ampana Tete atas nama Sulaeman A. Latinapa. Surat pernyataan bermeterai itu diserahkan kepada penyidik Kejati dan berisi 14 poin.
Baca Juga: PT IMIP Serahkan Fasilitas Terminal Air Bersih bagi Warga Bahodopi
Surat pernyataan tersebut ditandatangani pada 24 Maret 2024. Dari surat pernyataan tersebut tergambar dugaan ketidakbecusan (terbengkalai-nya) proyek ini di lapangan.
"Masyarakat, ketua KSM, dan desa penerima bantuan pembuatan jamban, hanya dijadikan alat untuk pelaksanaan proyek. Padahal, proyek ini bersifat swakelola, namun peran KSM dan masyarakat sangat minim," ungkap sumber.
Bahkan, saat pencairan uang di bank, tandatangan ketua KSM dan bendahara diduga dipalsukan. Modus ini dilakukan untuk mempermulus praktik dugaan korupsi proyek tersebut.
"Ada pemalsuan tandatangan ketua KSM dan bendahara saat pencairan uang proyek," terangnya, meminta namanya tidak disebutkan.