“Perusahaan juga sangat ingin memiliki sertifikat HGU, supaya bisa fokus mengelola perkebunan dan bisa berkontribusi bagi pembangunan Morowali Utara dan kesejahteraan masyarakat,” tegas Oka.
Baca Juga: Unjukrasa Permasalahkan PT ANA, Pemprov Ajak Masyarakat Bicarakan Baik-baik
Proses pengurusan HGU, termasuk penyelesaian klaim-klaim dari masyarakat, masih terus dimusyawarahkan dan dicarikan solusi terbaik.
Oka juga meluruskan informasi keliru yang menyatakan bahwa PT ANA melanggar hukum karena beroperasi belasan tahun tanpa HGU. Dasar tuduhan itu adalah putusan Mahkamah Konstitusi no.138 tahun 2015, yang menyatakan bahwa perusahaan harus memiliki HGU dan IUP baru bisa beroperasi.
“Semua peraturan tidak bisa berlaku surut,” kata Oka sembari menegaskan sejak awal hadir di Morowali Utara PT ANA sudah taat hukum dan regulasi.
Dari sisi sejarah, jelas bahwa PT ANA hadir dan beroperasi sejak tahun 2007. Artinya, PT ANA hadir di Morowali Utara jauh hari sebelum putusan MK itu keluar.
Adapun ketentuan dan peraturan yang berlaku pada waktu PT ANA hadir, menurut Oka, adalah UU No.18 tahun 2004 tentang Perkebunan yang menyatakan bahwa perusahaan dapat beroperasi dengan IUP atau HGU.
"Artinya, kewajiban memiliki HGU nanti setelah adanya putusan MK no. 138 tahun 2015. Tapi, jauh hari sebelum ada putusan MK, kami sudah ngurus HGU. Karena status lahan belum clear and clean, makanya masih terkendala HGU-nya," ungkapnya.
Baca Juga: Asap putih Keabu-abuan Mirip Abu Vulkanik, Muncul di Puncak Gunung Ponteoa Morowali Utara
Meskipun demikian, PT ANA selalu tunduk dan taat pada hukum. Sertifikat HGU harus dimiliki sebagai landasan hukum operasional perusahaan di atas lahan negara.
Untuk itu, menurut Oka, sampai hari ini pun PT ANA masih terus berusaha memperoleh sertifikat HGU tersebut. ***