METRO SULTENG- Bencana banjir bandang hingga tanah longsor melanda sejumlah pemukiman warga yang berada di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara (Sumut), pada akhir November 2025 lalu.
Sebelumnya, sempat beredar video gelondongan kayu yang mengalir dari daerah hulu kawasan Batang Toru hingga Garoga yang disinyalir memicu bencana besar itu.
Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran publik terhadap gencarnya aktivitas pembukaan lahan untuk pertambangan hingga perkebunan kelapa sawit.
Sebagian pihak bahkan mengecam keras sejumlah perusahaan tambang untuk segera diberhentikan aktivitas usahanya, demi keselamatan hidup warga setempat pascabencana banjir-longsor tersebut.
Baca Juga: Menata Ulang Keadilan Ekonomi Media di Era Platform Digital
Terkini, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) angkat bicara ihwal penyebab tragedi banjir bandang, terkhusus soal aktivitas usaha yang dilakukan sejumlah perusahaan tambang.
Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq menyebut, pihaknya telah melakukan inspeksi udara di wilayah Kabupaten Tapsel, pascabencana banjir hingga longsor.
"Mulai 6 Desember 2025, seluruh perusahaan di hulu DAS (Daerah Aliran Sungai) Batang Toru wajib menghentikan operasional dan menjalani audit lingkungan," kata Hanif dalam keterangan resminya, pada Sabtu, 6 Desember 2025.
Lantas, bagaimana sebenarnya inspeksi yang dilakukan KLH dalam mengusut penyebab banjir bandang yang melanda Tapsel? Berikut ulasannya.
3 Perusahaan Tambang Disetop
Hanif menjelaskan, sebanyak 3 perusahaan di sektor penambangan hingga kelapa sawit yang kini telah didatangi olehnya.
Baca Juga: Semarak HUT Morowali: IMIP Hadirkan Produk Unggulan di Pameran Pembangunan
Berdasarkan temuan di lapangan, pemerintah disebut telah memutuskan untuk menghentikan sementara operasional ketiga perusahaan itu.
"Kami telah memanggil ketiga perusahaan untuk pemeriksaan resmi pada 8 Desember 2025 di Jakarta," terang Hanif.
"DAS Batang Toru dan Garoga adalah kawasan strategis dengan fungsi ekologis dan sosial yang tidak boleh dikompromikan," imbuhnya.