Sahran Raden Ingatkan Bawaslu Lebih Hati-hati Tangani Laporan Pelanggaran Administrasi Pilkada

photo author
- Jumat, 4 Oktober 2024 | 19:22 WIB
Akademisi UIN Datokarama Palu, Dr. Sahran Raden.
Akademisi UIN Datokarama Palu, Dr. Sahran Raden.

METRO SULTENG - Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, Dr. Sahran Raden, mengingatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk lebih berhati-hati dalam menangani laporan dugaan pelanggaran administrasi di Pilkada serentak 2024.

"Sebaiknya Bawaslu di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota lebih cermat dalam melakukan kajian sesuai dengan norma hukum yang berlaku serta fakta yang ada," ujar Sahran saat dihubungi di Palu, Jumat (4/10/2024).

Pernyataan tersebut disampaikan Sahran menanggapi laporan yang dilayangkan kepada KPU Sulawesi Tengah, KPU Kota Palu, dan KPU Morowali Utara terkait dugaan pelanggaran administrasi dalam penetapan pasangan calon kepala daerah di Pilkada 2024.

Baca Juga: Jadi Korban Vandalisme, Baliho Anwar-Reny Dihancurkan Orang Tak Dikenal

Substansi laporan tersebut berfokus pada tindakan KPU yang meloloskan calon petahana yang sebelumnya melakukan mutasi pejabat enam bulan sebelum penetapan calon oleh KPU, yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada menyebutkan, kepala daerah dilarang mengganti pejabat dalam kurun waktu enam bulan sebelum penetapan calon hingga akhir masa jabatan, kecuali dengan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

"Meskipun ada larangan, namun terdapat pengecualian melalui mekanisme persetujuan tertulis dari menteri," jelas Sahran.

Baca Juga: NasDem Tetapkan Jamaludin R Bunsiang Sebagai Wakil Ketua DPRD Banggai Laut

Ia menjelaskan, mutasi yang dimaksud adalah pemindahan jabatan satu pejabat ke pejabat lain, yang sering kali didasari adanya potensi konflik kepentingan.

"Namun perlu ditelaah lebih jauh, apakah tindakan itu hanya berupa mutasi atau pengisian jabatan. Jika pengisian dilakukan karena kekosongan jabatan yang wajib diisi demi kelancaran pemerintahan daerah, hal itu juga patut dipertimbangkan," tambah mantan Ketua KPU Sulawesi Tengah tersebut.

Baca Juga: Soroti Dugaan Korupsi Bansos Covid-19 Diduga Libatkan Mantan Ketua DPRD Morut, Massa Gelar Demo di DPRD dan Kejaksaan

Sahran juga menegaskan pentingnya prinsip fiksi dalam hukum, di mana setiap peraturan perundang-undangan yang sudah diundangkan dianggap telah diketahui oleh masyarakat, sehingga ketidaktahuan tidak dapat dijadikan alasan pembebasan dari tuntutan hukum.

"Walaupun tidak membaca Undang-Undang tersebut, karena ada prinsip fiksi, tindakan yang dilakukan dianggap sudah diketahui aturannya," demikian Sahran. (*)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Icam Djuhri

Tags

Rekomendasi

Terkini

X