METRO SULTENG – Kekisruan antara masyarakat di Kepulauan Togean dengan Balai Taman Nasional, ahir-ahir ini adalah masalah lama yang tidak terselesaikan. Berbagai usulan masyarakat untuk perbaikan tata Kelola TNKT, tak pernah dilakukan. Pemerintah Daerah dan Balai Taman Nasional seakan berjalan sendiri-sendiri, masing-masing mengeluarkan kebijakan, program yang tidak terintegrasi.
Dampaknya masyarakat menghadapi tumpeng tindihnya program tersebut, terutama dalam pengelolaan serta pemanfaatan ruang dan Sumber Daya Alam (SDA).
Baca Juga: Bupati Morut Delis Gelontorkan Dana Rp 1 Milyar Satu Desa Untuk Pembangunan dan Pemberdayaan Ekonomi
Koordinator Pusat Informasi dan Advokasi Kebijakan (PIJAK) Rasyid Languha saat diwawancara Wartawan dikantornya Minggu (28/7/2024) menilai, situasi ini terjadi disebabkan dua faktor, yaitu rencana pengelolaan Taman Nasional yang mencakup rencana zonasi tidak dirumuskan secara partisipatif dan kolaboratif, namun proses perencanaannya dilakukan secara Top Down, tidak melibatkan masyarakat dan kelompok yang beragam di Kepulauan Togean.
Selain itu ia juga menyebut, kelompok Masyarakat Adat (MA), pelaku usaha, petani dan nelayan tidak mengetahui pola zonasi yang dibuat oleh BTNKT, bahkan kata dia, unsur Organisasi Perangkat Dinas (OPD) di Daerah inipun turut tak mengetahui pula pola zonasi TNKT tersebut.
Selanjutnya, kata Rasyid, pendekatan tata Kelola TN Kepulauan Togean dilakukan dengan paradikma dan metode pengelolaan taman-taman nasional dikawasan hutan di daratan besar dengan latar belakang masyarakat yang relative homogen, baik secara sosial, budaya dan aktivitas ekonomi.
Sementara masyarakat di Kawasan TNKT sangat beragam dalam segala aspek, selain itu ucap dia, karakteristik Kawasan pulau-pulau kecil tidak bisa dikelola dengan paradikma dan pendekatan kehutanan.
Terkait hal tersebut, Koordinator pijak itu mengusulkan agar kewenangan pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Togean diserahkan kepada Institusi Negara yang relevan, sebab menurutnya, kapasitas BTNKT dengan latar belakang kehutanan tidak memiliki perspektif dan kapasitas untuk mengelola Kawasan Konservasi di Wilayah Pulau-Pulau kecil,
"Ini dibuktikan dengan semakin tingginya aktivitas destruktif fishing dan aktifitas itu tidak dapat diselesaikan, artinya kata dia, hal tersebut membuktikan kegagalan BTNKT dalam perlindungan Kawasan," tegas Rasid.
Olehnya ia mendesak Pemerintah Daerah (Pemda) dan DPRD untuk segera merumuskan konsep usulan kepada pemerintah pusat, agar kewenangan pengelolaan Kawasan Konservasi Kepulauan Togean diserahkan kepada Kementrian Kelautan, karena sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pengelolaan Pulau-Pulau Kecil.
Taman Nasional Kepulauan Togean seharusnya sudah dialihkan kewenangannya kepada Kementrian Kelautan sejak tahun 2016, atau 2 tahun silam, setelah lahir Undang-Undang Nomor 1 tersebut, namun dibatalkan berdasarkan kesepakatan antar Mentri, tutup aktivis senior itu.***(SAM)