ekonomi

Gubernur Sulteng Terpilih, Diharap Beri Perhatian Terhadap Disparitas Pertumbuhan Antar Sektor dan Antar Kab/Kota

Minggu, 28 Juli 2024 | 18:59 WIB
Dr. Hasanuddin Atjo

Padahal pertumbuhan ekonomi daerah ini tiga tahun terakhir selalu diatas 10 persen, diatas rata-rata nasional sekitar lima persen. Ini yang biasa disebut dengan pertumbuhan anomali, yang bermakna pertumbuhan ekonomi tinggi, nanun angka kemiskinan juga tinggi. 

Baca Juga: Morowali dan Morut Penghasil Nikel Sulteng Menjadi Terkenal, Tatakelola Sumberdaya Mesti Update dan Inovatif

Pada tahun 2021 pertumbuhan ekonomi negeri megalith ini sebesar 11,68 persen, tahun 2022  meningkat menjadi 12,30 persen. Dan selanjutnya pada tahun 2023 menurun kembali menjadi 11,93 persen.

Kedua, pertumbuhan ekonomi Sulteng tinggi, tetapi kurang berkualitas. Karena ada disparitas antar kabupaten dan kota yang lebar. Pertumbuhan itu bervariasi dari 3 - 30 persen dan ditujukkan oleh nilai PDRB masing-masing kabupaten dan kota. Pada tahun 2023, PDRB Sulteng berdadar ADBH (atas dasar harga berlaku) sebesar Rp 345, 42 triliun.

Morowali kabupaten dengan PDRB yang paling tinggi yaitu sebesar Rp 158, 05 triliun (berkontribusi 45,76 persen). Disusul berturut-turut oleh Banggai Rp 38,05 triliun  (11,02 persen), Palu Rp 30,79 triliun (8,01 persen), dan Morowali Utata sebesar Rp 26, 43 triliun (7,65 persen).

Morawali dan Morowali Utara ditopang sektor penggalian tambang dan sektor industri pengolahan. Sementara itu Kabupaten Banggai ditopang oleh sektor energi dan gas. Dan selanjutnya Kota Palu dominan didorong oleh sektor jasa dan perdagangan.

Selanjutnya kabupaten berada di klasemen menengah adalah Parigi Moutong Rp 21,65 triliun (6 ,27 persen), Donggala Rp 15,06 triliun (4,36 persen), Poso sebesar Rp 11,71 triliun (3,39 persen), Sigi Rp 11,37 triliun (3,29 persen), Tolitoli Rp 10,37 triliun (3,00 persen).

Kabupaten klasemen bawah meliputi Buol Rp 7,18 triliun (2,08 persen), Tojo Una-una Rp 6,81 triliun (1,97 persen), Banggai Kepulauan Rp 4,93 triliun (1,43 persen),  Banggai Laut sebesar Rp 3,02 triliun (0,87 persen).

Kabupaten dengan klasemen PDRB menengah dan papan bawah masih mengandalkan sektor Peetanian, Perikanan dan Kehutanan sebagai salah satu lokomotif PDRB nya. Dan bila tidak ada upaya revitalisasi terhadap sektor ini dengan cara-cara baru dan modern, maka upaya memperkecil disparitas sulit dicapai.

Baca Juga: Kisruh di Kepulauan Togean, BTNKT Dinilai Gagal Kelola TN, Tidak Miliki Perspektif dan Kapasitas Untuk Kelola Kawasan Konservasi

Guna menunjang target agar disparitas bisa dikurangi, maka diperlukan sejumlah stategi antara lain, peningkatan fiskal daerah, pengembangan SDM, pengembangan infrastruktur, revitalisasi dan modernisasi sektor Pertanian, Perikanan, Kehutanan, dan pengembangan potensi baru seperti Pariwisata serta perbaikan tata kelola lingkungan.

Hal yang tidak kalah penting bahwa rukrutmen kabinet dan tenaga ahli lebih kepada faktor kompetensi dan prefesional serta mengurangi unsur balas jasa semaksimal mungkin. Dan ini ditengerai sebagai salah satu kelemahan dalam sejumlah kabinet.

Terakhir bahwa filosofi kereta kuda dalam perencanaan dan implementasi pembangunan seyogianya mulai diterapkan seperti di Jepang. Maknanya, Provinsi Sulawesi Tengah
(Sebagai Kereta) ditarik oleh 13 kabupaten dan kota (Kuda Kuda Penghela). SEMOGA. (*)

Halaman:

Tags

Terkini