Oleh: Dr. Hasanuddin Atjo
(Kepala Bappeda Prov.Sulteng 2019-2020)
Pesta Demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) periode 2024-2029 segera dihelat pada 27 November 2024. Sejumlah kandidat yang akan mengikuti pesta demokrasi tersebut, saat ini sibuk menyosialisasikan berbagai rencana programnya.
Pemilihan Gubernur, Walikota dan 12 Bupati, diharapkan oleh pemilik hak suara yang diminta komentarnya, kiranya melahirkan pimpinan-pimpinan di daerah yang bisa membawa kemajuan daerah maupun kesejahteraan masyarakat Sulteng.
Pada saat sosialisasi, paparan visi dan misi atau dimana saja, para kandidat pada umumnya menyampaikan program yang membuat senang masyarakat. Strateginya harus seperti itu karena pemilik hak suara yang rasional, persentasenya masih terbilang belum dominan.
Baca Juga: Perlu Roadmap untuk Menjadi Penyangga IKN
Ditambah lagi dengan kondisi pendapatan per-kapita masih sekitar 4.300 USD atau setara sekitar 70 juta rupiah/tahun dan berada di bawah standar minimal untuk demokrasi yang bisa berlangsung secara baik, yaitu sebesar 6.000 USD atau setara 96 juta rupiah/kapita/tahun.
Wajar saja masih terjadi politik transaksional untuk menjuarai event kontestasi itu. Karenanya kandidat yang diharapkan bisa menang dan mampu membawa perubahan adalah yang memiliki ketokohan, jaringan yang luas, dan kemampuan finansial serta komitmen yang berpihak pada masyarakat.
Kandidat yang menang dalam Pilkada nanti, tensi perjuangan tidak boleh dikendorkan. Harus lebih ditingkatkan oleh karena sejumlah persoalan sosial dan ekonomi serta isu lingkungan masih menjadi tantangan bagi negeri yang terkenal karena bencana tiga dimensi tanggal 28 September 2018.
Setidaknya, ada dua persoalan yang perlu menjadi perhatian Gubernur Sulteng terpilih pada saat menyusun program:
Pertama, disparitas pertumbuhan antar sektor yang semakin jomplang. Inilah yang membuat kondisi makro ekonomi Sulteng tidak bagus.
Baca Juga: Shrimp Club Indonesia (SCI) Menilai Desentralisasi Prosesing Udang Mendesak
Sektor Pertanian, Perikanan dan Kehutanan pada Agustus 2022 merupakam sektor yang mempekerjakan sekitar 43,47 persen angkatan kerja usia 16 tahun ke atas setara 689.616 orang dari total angkatan kerja 1.586.320 orang.
Sementara itu, kontribusi sektor ini terhadap PDRB berdasarkan lapangan usaha cenderung menurun dari tahun ke tahun. Secara berturut-turut dari 2019 - 2023 kontribusinya sebesar 23,20; 21, 78; 18 80; 15,82 dan 15,77 persen.
Selanjutnya Pertambangan dan Penggalian kontribusi terhadap PDRB berturut-turut sebesar 13,78; 10,36; 12,25; 20,54 dan 11,48 persen. Kontribusi dari industri pengolahan (dominan mineral nikel) sebesar 17,30; 23,68; 19,62; 29,90 dan 25,53 persen. Kedua sektor inilah menggeser kontribusi sektor Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang sebelumnya telah berkontribusi hampir 50 persen.
Kemiskinan merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang masih sulit diturunkan. Tiga tahun terakhir kemiskinan di Sulteng, turun kurang dari satu persen. Tahun 2020 angka kemiskinan masih sebesar 12,99 persen (400.235 jiwa). Selanjutnya pada tahun 2021 sebesar 12,59 persen (392.825 jiwa), dan tahun 2022 sebesar 12,32 persen (389.003 jiwa).