Catatan Dr. Atjo Pada Raker SCI dan Seminar Daya Saing Industri Udang di Jakarta 24 - 25 September 2025: Semua Mesti Peduli

photo author
- Jumat, 26 September 2025 | 09:25 WIB
rapat kerja dan seminar sehari tentang industri udang nasional bertempat di Swissostel Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta, tanggal 24 - 25 September 2025. (Foto: IST).
rapat kerja dan seminar sehari tentang industri udang nasional bertempat di Swissostel Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta, tanggal 24 - 25 September 2025. (Foto: IST).

Inovasi teknologi probotik, menciptakan plankton sehat dan input mineral, efisiensi penggunaan pakan, gunakan pakan fungsional dalam waktu dan volume tertentu pada saat proses nursery dan budidaya menjadi salah satu trend inovasi baru dalam upaya meningkatkan imun dan laju pertumbuhan.

Memperbaiki mutu udang pada saat panen dan penanganan pada saa transportasi jadi salah fokus narasumber. Dan poin yang tidak pentingnya adalah memperbesar serta membuka pasar baru seperti ke China, Jepang dan Uni Eropa serta pasar dalam negeri.

Terakhir Dr. Atjo menitipkan pesan kepada pemangku kepentingan (regulator) yaitu:

Pertama, untuk peningkatan Produksi dan melebarkan pasar udang, maka program jangka pendek-menengah kiranya bisa direalisasikan
sejumlah faktor pendukung fundamental kinerja budidaya antara lain:

(a) Agar memperbanyak Broodstoock Center (NBC, Nucleus Breeding Center dan BMC Breeding Multification Center) yang SPF (Specefic Phatogen Free) dengan varisn fast growth, Resintance serta Balanced.

Baca Juga: Isu Anti Biotik Budidaya Udang Kembali Merebak, Perlu Strategi Agar Tidak Berulang dan Terhindar Penolakan Pasar

(b). Regulator diharapkan bisa memfasilitasi impor cacing beku SP (hasil budidaya) antara lain dari AS, karena pada umumnya pembenihan udang (hatchery) Indonesia menggunakan cacing hasil
tangkapan alam dan telah terindikasi terpapar bakteri dan virus.

Dan ini akan jadi pintu masuk penukaran virus dan bakteri secara vertikal. Hasil deteksi lab. PCR menunjukkan bahwa hampir 60% benur beredar di Indinesia dalam kondisitidak sehat.

Selain itu, kiranya dapat difasilitasi pembangunan
industri cacing SPF yang komersial di Indonesia
yang berafiliasi ke negara yang telah sukses membangun industri budidaya cacing SPF. Ini mengingat industri cacing SPF yang berhasil dibangun usaha Coorporate dipergunakan untuk kepentingan sendiri.

(c). Kebijakan moneter yang membuka kran pembiayaan sebesar 200 triliun rupiah kiranya bisa dipergunakan untuk investasi persoalan fundamental dan update Inovasi teknologi hatchery, nursery dan tambak udang yang sudah ada serta pengembangan baru.

Baca Juga: SCI Bicarakan Nasib Petambak Udang yang Mulai Terpuruk, Perlu Perhatian Berimbang dan Mencontoh Ekuador

Poin a hingga c, telah diamini oleh Dirjen Budidaya Perikanan KKP, Dr. TB Heru, ketika berpapasan di pintu keluar ruang seminar. Ini tentunya gayung bersambut dan beliau mengatakan ini akannmenjadi agenda kami.

(d). Pada program jangka panjang diharapkan bisa
melahirkan regulasi tentang pembangunan industri
udang yang berbasis pada cluster pulau besar.

Diharapkan akan ada 7 cluster antara lain clustet Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusatenggara, Maluku dan Papua. Industri Hulu, Tengah dan hilir berada pada setiap cluster dengan inovasi dan teknologi disesuaikan dengan daya dukung dari setiap cluster.

Baca Juga: Industri Udang Masih Dihadang Penyakit, Mutu Benur dan Mutu Produk, Bisa Mencontoh Cara Ekuador

Selanjutnya Cluster Maluku dan Papua menjadi target investasi Perusahaan Coorporate (hulu dan hilir) yang bisa mendapat insentif.

Dengan model cluster maka Proyeksi produksi akan lebih presisi, pengendalian penyakit akan lebih mudah dan mutu udang akan lebih baik serta logistik cost dapat ditekan yang kesemuanya bermuara pada peningkatan daya saing. (*)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Icam Djuhri

Tags

Rekomendasi

Terkini

X