Oleh: Dr. Hasanuddin Atjo
Shrimp Club Indonesia (SCI) bersama Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), menghelat diskusi dan sekaligus deklarasi menyatakan bahwa industri udang Indonesia tanpa anti biotik
Acara dihelat di Jakarta, Jumat 21 Maret 2025, dihadiri Dirjen Perikanan Budidaya, T.B. Heru bersama jajarannya serta dari Asisten Deputi Menko Pangan, Cahyadi.
Prof. Andi Tamsil, Ketua SCI memberi garansi anggota SCI yang tersebar di seluruh wilayah RI, dijamin tidak akan memakai anti biotik pada saat proses budidaya sedang berlangsung.
Sejumlah pemerhati memberi pendapat, penggunaan anti biotik pada budidaya udang menimbulkan banyak kerugian ditinjau dari aspek kesehatan, lingkungan, risiko ditolak oleh pasar dunia dan keberlanjutan bisnis udang hulu hingga hilir.
Hal ini diharapkan menjadi perhatian maupun komitmen bersama antara pemerintah dan pelaku usaha memerangi praktek penggunaan anti biotik yang merugikan, meskipun bisa menekan penyakit udang.
Isu ini untuk kesekian kalinya mencuat dan selalu segera direspons. Kita berharap tidak lagi seperti mobil "pemadam kebakaran". Pada hari ini bisa dipadamkan, akan tetapi pada kesempatan lain kebakaran kembali terjadi. Harus dicari akar penyebab. Tidak sekadar menghilangkan "rasa sakit".
Selama benur yang beredar belum bisa dijamin mutunya, penerapan sistem budidaya belum sesuai SOP, maka akan sulit menggaransi kalangan tertentu tidak menggunakan anti biotik. Karena mereka ingin hatchery maupun tambaknya selamat, dan tidak terserang penyakit.
Dalam 10 tahun terakhir ada sejumlah bakteri dan virus berbahaya yang menyerang tambak-tambak di Indonesia. Diantaranya bakteri Vibrio seperti Vibrio harveyi, Vibrio parahaemolyticus, dan Vibrio alginolyticus.
Kelimpahan bakteri ini menjadi pintu masuk (triger) sejumlah virus berkecamuk, diantaranya penyebab serangan penyakit WFD (White Faces Deases) dan Virus yang lain seperti WSSV (White Spote Syndrom Virus), APHND, EHP dan IMNV.
Mutu benur menjadi Pekerjaan Rumah (PR) paling berat. Hasil investigasi tahun 2024 serta awal tahun 2025, diketemukan sekitar 50 persen benur yang diproduksi dalam kategori yang tidak sehat (antara lain positif terkontaminasi virus).
Pemerintah diharapkan lebih serius menangani persoalan mutu benur maupun penyakit udang. Kolaborasi dengan asosiasi benih, tambak, pakan, obat-obatan dan prosessing sangat perlu dibangun.
Baca Juga: Industri Udang Masih Dihadang Penyakit, Mutu Benur dan Mutu Produk, Bisa Mencontoh Cara Ekuador